REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- The World Food Travel Association (WFTA) sebuah otoritas terkemuka di dunia untuk wisata kuliner telah merilis Food Travel Monitor Report 2016. WFTA terus mendorong kemajuan industri wisata kuliner, serta melakukan studi wisata kuliner terbesar yang pernah dilakukan dan tersedia untuk umum.
Hasil studi menemukan sejumlah fakta baru. Yang pertama adalah makanan dan minuman merupakan penting dalam wisata. Makanan dan minuman adalah motivator signifikan untuk melakukan perjalanan. Karena 75 persen dari wisatawan santai (leisure traveler) termotivasi untuk mengunjungi sebuah destinasi karena kegiatan kuliner.
Makanan dan minuman dipandang sangat penting untuk pengalaman pengunjung. Sebanyak 86 persen responden mengaku jika mereka memiliki pengalaman makanan dan minuman yang positif dalam perjalanannya, maka akan lebih mungkin untuk kembali ke tujuan yang sama.
Studi juga menemukan kalau pelaku wisata kuliner tidak sama. Tiga belas profil Psikokuliner berbeda menjelaskan mengapa preferensi dan motivasi berbeda antara wisatawan yang satu dan lainnya. Profil yang paling umum adalah wisatawan eklektik, yang mencari berbagai pengalaman. Dan banyak yang tidak menyangka bahwa profil "gourmet" merupakan minoritas.
Wisatawan perempuan lalu cenderung mempengaruhi pemilihan makanan dan minuman. Studi WFTA mengatakan 61 perempuan merupakan wisatawan lokalis. Terlepas dari penghasilan, pelaku wisata kuliner memprioritaskan pengeluaran untuk makanan dan minuman, mengarahkan lebih dari 50 persen anggaran mereka untuk kegiatan makanan dan minuman dibandingkan dengan wisatawan non-kuliner.
Pelaku wisata kuliner (34 persen) lebih termotivasi untuk mengunjungi sebuah destinasi karena adanya unggahan tentang makanan atau minuman di media sosial dibandingkan denngan wisatawan non-kuliner (23 persen). Dan setidaknya pada setengah dari perjalanan mereka, 64 persen dari pelancong memilih untuk berbagi pengalaman makanan dan minuman mereka di media sosial.
Pelaku wisata kuliner ternyata juga lebih aktif daripada wisatawan non-kuliner, yang berarti bahwa mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam kegiatan non-makanan ketika mereka melakukan perjalanan. Wisatawan kuliner lebih mungkin ditemukan sedang jalan-jalan (91 persen), belanja (87 persen), dan mengunjungi atraksi sejarah atau budaya (85 persen) saat bepergian, dikutip dari siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (14/7).