Jumat 27 Nov 2015 06:11 WIB

6 Langkah Bentuk Anak Mandiri dan Disiplin

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Ibu dan anak (ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Ibu dan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ada beberapa hal penting yang bisa ditiru dari nilai positif pola asuh Jepang. Mulai dari melatih anak disiplin, mandiri juga membangun kelekatan yang erat antara orang tua dan anak. Bagaimana caranya?

Psikolog Anak, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi, mengatakan senjatanya adalah hubungan disiplin dengan kelekatan erat sekali. “Disiplin tidak akan jalan, kalau kita tidak dekat dengan anak,” ujarnya dalam acara Learning from the Positive of Japanese Parenting, di Aeon Mall, BSD City.

Cara pertama untuk menjadikan anak mandiri dan disiplin adalah ciptakan waktu bersama secara rutin. Idelanya 10 sampai 15 menit setiap hari. Tapi kalau tidak bisa, ibu ayahnya bekerja, bisa seminggu dua atau tiga kali bikin jadwal jalan bersama anak.

(baca: Ini yang Terjadi Ketika Anak Laki Kehilangan Sosok Ayahnya)

Kedua, kenali tahapan perkembangan anak sesuai usia anak. Misalnya anak usia dua tahun, dia sudah bisa mandiri. Dia bisa melepas kaos kaki, membuka tas, menarik resleting, mengambil mainan untuk dikembalikan di kotak mainannya. “Itu sudah cukup latihan dalam dirinya,” ujarnya.

Ketiga, beri kesempatan dan apresiasi. Misalnya anak pakai baju sendiri, melepas sepatu sendiri, dan lainnya. Saat belajar mandiri anak memang akan lama melakukannya, terkadang orang tua tidak sabaran dan ingin segera membantunya. Kadang-kadang orang tua atapun pengasuh anak tidak memberikan kesempatan. “Padahal practice make perfect. Jadi kalau masih lama, berarti masih butuh latihan,” ujarnya.

(baca: Studi: Sarapan Tingkatkan Nilai Anak Dua Kali Lipat)

Keempat, tegakkan batasan. Aturan tetap penting, anak harus tahu semua ada batasannya. Tidak semua yang dia mau, bisa dia dapat. Ada kepentingan-kepentingan orang lain. Dia harus paham itu. Ini melatih empatinya dia juga. “Jadi kamu harus mengantri dulu, di belakangnya dia,” ujar Vera menirukan ungkapan orang tua ke anak.

Kelima, beri contoh yang baik. Tidak usah ceramah berulang kali, nasihat secara berulang. Cukup berikan contoh bagaimana berdisiplin diri, bagaimana mandiri melakukan sesuatu semua sendiri, anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.

Keenam, anak itu tumbuh dari pembiasaan. Pembiasaan itu penting. Apalagi di tahun-tahun awal orang tua disarankan sudah mulai dengan satu kebiasaan tertentu yang nanti akan terbawa sampai dia dewasa kelak.

Misalnya pembiasaan merapikan mainan, sikat gigi, cuci tangan atau merawat diri lainnya. “Kalau anak masih kecil, masih hanya bisa terlentang saja, belum bisa melakukannya sendiri, kitanya yang membiasakan, anak bisa merasakan ritmenya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement