REPUBLIKA.CO.ID, Psikolog Anak, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi mengatakan selain disiplin, kelekatan ibu dan anak, nilai positif dari pola asuh di Jepang adalah kemandirian. Anak sedini mungkin dibiasakan melakukan aktivitas bantu diri, semua aktivitas yang menyangkut dirinya sendiri, mandiri sedini mungkin.
“Mulai dari merapikan mainan, rapikan baju, makan, sampai ke toilet training. Sudah dibiasakan sejak sedini mungkin. Sehingga bertambah usia anak sudah biasa sendiri,” jelasnya dalam acara 'Learning from the Positive of Japanese Parenting', di Aeon Mall, BSD City, kemarin.
Sedini mungkin itu kapan? Menuru Vera, dari sebelum lahir, anak di dalam kandungan sudah merasakan pola-polanya. "Oh. mama lagi makan, lagi tidur dan lainnya. Dia sudah tahu kapan waktu makan, tidur dan lainnya."
Tapi begitu anak lahir, lanjut Vera, tidak bisa saklek jam segini harus tidur, jam segini harus makan, tidak. Tetap ikuti ritmenya si anak. “Karena jika ingin menerapkan pola asuh pada anak harus tetap menyenangkan membawakannya,” ucapnya.
(baca: Ini Alasan Anak tak Boleh Sundul Bola dengan Kepala)
Vera mengakui mengembangkan kemandirian anak memang tidak mudah. Apalagi bagi anak yang berusia di bawah tiga tahun. Sebab di usia ini anak sedang dalam puncak mengembangkan kemandirian. “Ketika usia satu tahun anak mulai menyadari bahwa dirinya adalah pribadi terpisah dari mama. Aku bisa jalan sendiri, aku bisa berlari, dia sudah mulai sok tahu. Dia mulai mengembangkan ke aku-an, aku maunya begini, aku tidak mau dilarang, aku mau coba apa yang aku mau,” ungkap Vera.
Nah, di usia itu sebetulnya diperlukan kemandirian tadi. Setiap anak memiliki pembawaan untuk mampu mandiri, orang tua perlu bersabar mencari waktu yang tepat untuk mulai mengajarkan. Vera mengatakan, mengajarkan anak mandiri membutuhan kesabaran orang tua.