Kamis 19 Nov 2015 08:10 WIB

Dodol Jawawut dan Kopi Enrekang, Kudapan Tamu di Kaluppini

Rep: Priyantono Oemar/ Red: Indira Rezkisari
Bandang, bandang lojo, dan baje ba’tan, berbagai kudapan khas Kaluppini yang disajikan dengan kopi Enrekang.
Foto:
Kepala desa Kaluppini (memegang mikrofon) bersama para pemangku adat.

Di Kaluppini, makan bersama dikenal dengan istilah mettoto. Salah satu makanan yang tersaji adalah peong, nasi yang dimasak di batang bambu. Di Minahasa dikenal dengan istilah nasi jaha, di Minang dikenal dengan nasi lemang. ‘’Peong dimasak tanpa memakai garam, tanpa memakai santan,’’ ujar Halim.

Masak peong tanpa bumbu, menurut Halim, sebagai simbol dari kesederhanaan, kesabaran, dan kesucian. Orang-orang yang suci, kata Halim, selalu terlihat sabar dan sederhana.

Ba’tan, kata Kepala Desa Kaluppini Suhardin, di masa lalu menjadi makanan pokok masyarakat Kaluppini. ‘’Tapi sekarang sudah jarang yang menanamnya, karena susah dan sedikit hasilnya,’’ ujar Suhardin.

Kendati begitu, jawawut tetap ada di Kaluppini, karena selalu ada yang menanamnya untuk kepentingan upacara adat. Masyakarat kaluppini makan bersama dengan jawawut yang bergizi. Menurut data Kemenkes, per 100 gram jawawut mengandung: energi 334 kkal, protein 9,7 gram, lemak 3,5 gram, karbohidrat 73,4 gram, kalsium 28 miligram, fosfor 311 miligram, zat besi lima miligram.

Makan bersama tak hanya di ucapara adat. Di musyawarah mingguan Forum Adat yang selalu digelar di masjid sebelum shalat Jumat, jika tak ada persoalan berat, kata Halim, ya cuma diisi dengan pembicaraan ringan sambil makan makanan ringan. Baje ba’tan adalah salah satunya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement