REPUBLIKA.CO.ID, Orang tua mana yang tidak pernah cemas aat ucapannya tidak didengarkan anak-anaknya. Umumnya kecemasan ini melanda orang tua dengan anak remaja.
Anak-anak di masa pubertas ini biasanya mereka mulai asik dengan dirinya sendiri atau hobi baru yang sedang digandrungi. Membuat orang tua jadi kelabakan.
Jika sedari kecil ayah sebagai penegak kedisiplinan sudah memiliki aturan yang tegas dan konsisten, anak akan bisa menghargai dan mendengarkan atas kesadaran dan kemauannya sendiri. Bukan karena rasa takut yang terbangun setiap kali ayahnya mulai mengencangkan otot mata.
Perilaku seperti ini disadari oleh advokat pembela hak pesepakbola, Muhammad Agus Riza Hufaida, yang sempat merasa bingung kenapa anak-anaknya begitu menurut ketika Riza membuat aturan mereka hanya boleh bermain gadget saat libur sekolah.
Bahkan, Riza mengaku sempat dengan sengaja membiarkan handphone dan PS3-nya tergeletak, dan dari ketiga anaknya tidak ada satupun yang tertarik untuk bermain dengan sembunyi-sembunyi.
(baca: Ayah, Jangan Lagi Bilang Anak Laki tak Boleh Menangis)
Padahal bila melihat karakter dari ketiga anaknya, Riza sempat khawatir karena anak yang kedua ini yang paling keras wataknya. Menurutnya, sang anak tengah jika sudah memiliki keinginan harus terpenuhi.
Dulu, saat bulan puasa sekolah diliburkan dan anak-anaknya hampir tidak bisa lepas dari gadget. Riza bahkan sempat khawatir. Ia pun memikirkan bagaimana caranya tiga putranya bisa lepas jadi gadget yang sudah menjadi konsumsi harian.
"Pas mau masuk sekolah saya sudah bilang nanti boleh main segala macam ini kalau libur saja, dan Alhamdulillah mereka disiplin, dari Senin sampai Jumat mereka tidak menyentuh sama sekali," ujar alumni lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Riza yang sejak kelahiran anak pertamanya sudah berkomitmen untuk mengikuti perkembangan semua anak-anaknya merasa bangga, sekaligus takjub. Tak disangkanya ia tidak perlu menyusun rencana sulit membuat anak-anaknya mau mendengarkan pesannya.
Riza percaya faktor hubungan yang dekat antara ayah dan anak menjadi penyebabnya. Advokat yang satu ini memang lebih banyak bekerja dari rumah demi bisa membimbing anak-anaknya. Faktor lain adalah sang sulung yang tidak berani melanggar aturan jadi contoh baik adik-adiknya.
"Jadi kalau hari libur saja saya bolehkan main gadget, itu pun setiap setengah jam harus berhenti supaya matanya tidak sakit," ujar Reza.
Kadang, kalau sudah mendengar klakson sepeda teman-temannya menurut Riza anak-anaknya juga memilih untuk bergegas main di luar rumah. Ternyata, gadget hanya menjadi teman saat anaknya sedang merasa kesepian saja.