Kamis 12 Nov 2015 07:01 WIB
Hari Ayah Nasional

Duh, Depresi Intai Anak Perempuan yang tak Dekat dengan Ayah

Rep: C30/ Red: Indira Rezkisari
Foto: Republika/ Wihdan

REPUBLIKA.CO.ID, Peranan ayah dalam keluarga rupanya akan selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya. Perkembangan ini terkait dengan faktor-faktor seperti tuntutan ekonomi, tempat tinggal, serta bagaimana lingkungan sosial.

Meski banyak tuntutan yang mengharuskan peran itu berubah, tapi tidak lantas kemudian perhatian jadi ikut berubah. Maksudnya, para ayah mulai terbelenggu waktu kerja dibandingkan duduk santai di rumah dan merencanakan liburan bersama anak-anak.

Kenyataannya, inilah yang terjadi pada sosok ayah modern. Akibatnya makin banyak ditemukan kasus anak perempuan hamil di luar nikah, meningkatnya angka kemiskinan, dan tingginya angkanya perceraian. Semua itu berpangkal pada kurang andilnya seorang ayah dan perannya sebagai ayah untuk anak gadis mereka.

Menurut psikolog Edward Andriyanto Soetardhio, berikut ini adalah akibat tidak berperannya seorang ayah dalam kehidupan putrinya. Anak perempuan akan menunjukkan tanda-tanda manja, memiliki masalah kecemasan, depresi, dan menciptakan peluang besar untuk bunuh diri.

Sikap manja anak perempuan ini karena tidak memiliki aturan yang tegas dari ayahnya. Karena ayah biasanya akan lebih tegas menegakkan disiplin di rumah, mereka bisa membuat aturan kapan anaknya harus sudah di rumah saat jam malam dan saat di luar rumah, ayah harus tahu ke mana dan bersama siapa anaknya biasa pergi. Jika ayah tidak berperan demikian, maka tidak menutup kemungkinan dari sifat manjanya kemudian melahirkan masalah baru, misalnya dia hamil di luar nikah.

Saat tahu dirinya hamil, kecemasan akan mulai menguasai segala tindakan dan pikirannya. Bagaimana kalau ibu tahu, bagaimana kalau ayah tahu, bagaimana ayah akan marah padanya, apakah akan menampar pipinya ataukah langsung mengusirnya dari rumah. Segala kecemasan yang ada di dalam pikirannya tidak terungkapkan, mendekatkan anak pada depresi.

Depresi ini berbeda dengan stress. Depresi muncul akibat sering menahan masalah, pikiran yang tidak terungkapkan, serta emosi yang tidak tersalurkan dengan baik.

Misalnya sedari kecil saat anak merasa sulit untuk mengerjakan tugas sekolahnya dia hendak meminta bantuan pada ayahnya yang sedang di depan laptop. Namun apa yang mereka dapat tidak sesuai harapan. Ayah bertutur, “Tanya pada ibumu saja ya, atau tanya lain kali saja ya ayah sedang kerja."

Bahkan jika kondisi ayahnya yang sedang lelah atau ada masalah dalam kantornya bisa kemudian anak menjadi sasaran.

Bila ini terjadi terus menerus akan membuat anak trauma jika harus bertanya pada ayahnya. Lalu dia tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak sekali pun berani bertanya banyak hal pada ayahnya. Dia masih trauma akan penolakan, dan memilih menyimpannya seorang diri.

Kondisi depresi ini yang secara psikis sedang amat membutuhkan pegangan dan juga perlindungan akhirnya tidak didapatkannya. Anak bisa menganggap jika kehadirannya di dunia hanyalah sebagai sampah dan akan membuat malu orang tuanya. Kemarahan, penyesalan, dan ketakutan semakin mengomporinya untuk memilih mengakhiri hidup.

“Bunuh diri memang paling banyak menyerang anak perempuan. Setelah ditelusuri, rata-rata dari mereka tidak melihat sosok ayah dalam hidupnya,” ujar Andriyanto saat ditemui dalam seminar 'Kelas Parenting Papa' yang diadakan Sekolah Kirana, akhir pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement