REPUBLIKA.CO.ID, Di jalur luar bagian selatan Taman Mini Indonesia Indah terdapat sebuah bangunan megah, yakni Museum Keprajuritan Indonesia.
Bangunan ini dikelilingi air, laksana melambangkan sebuah benteng pertahanan. Untuk mencapai gedung tersebut, pengunjung seolah-olah harus menggunakan perahu. Perairan sekeliling benteng ini memiliki maksud untuk menggambarkan Negara kepulauan di Nusantara. Dibangun diatas lahan 4,5 hektar dengan luas bangunan 7.545 m2.
Diresmikan pada tanggal 5 Juli 1987 oleh Presiden Soeharto, Museum Keprajuritan Indonesia ini memiliki misi untuk melestarikan bukti dan rekaman sejarah perjuangan bangsa pada masa-masa perjuangan sejak abad ke-7 sampai abad ke-19. Oleh karena itu, setiap segi bangunan dan benda yang ditampilkan memiliki makna.
Gerbang utama merupakan bentuk bangunan di abad ke-16, yang mencerminkan sifat keterbukaan dan keramahtamahan rakyat Indonesia. Di setiap sudut bangunan terdapat menara pengintai atau 'Bastion', menyiratkan kewaspadaan Nasional. Dua kapal tradisional, yaitu kapal Banten dan kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan yang bersandar di danau, melambangkan kekuatan maritim dari barat sampai ke timur.
Terdapat pula diorama, fragmen patung, dan relief, baik di luar maupun di dalam yang merupakan peninggalan zaman terdahulu. Bagian luar yang berupa paduan relief yang menyatu ke dinding gedung bagian luar, meliputi 19 adegan kisah panjang perjuangan bangsa dari abad ke-13 hingga abad ke-19. Bagian dalam menyajikan 14 diorama yang menceritakan tentang perlawanan terhadap penjajah untuk mempertahankan tanah air.
Di Museum Keprajuritan Indonesia juga terdapat tiruan senjata, pakaian perang, panji-panji, serta boneka peraga yang mengenakan busana prajurit tradisional. Di samping itu juga terpampang 23 patung pahlawan dari perunggu berukuran 11 kali lebih besar dari manusia pada umumnya, yang ditempatkan mengelilingi panggung di dalam gedung. Salah satu patung pahlawan tersebut adalah Gajah Mada, Cut Nyak Dien, dan Pattimura.
Museum Keprajuritan Indonesia ini dipimpin langsung oleh seorang Letnan Kolonen, dengan maksud agar nuansa keprajuritan selalu terjaga dengan baik di museum ini.
"Kalau ini dipimpin oleh kita (prajurit), nuansanya akan terus terjaga. Karena sejak dulu, kami tidak pernah merombak apapun yang terdapat di museum ini," kata Mayor Sabar selaku Bagian Hubungan dan Informasi saat Republika.co.id temui belum lama ini.
Setiap bulan Oktober, dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda, museum menyelenggarakan kegiatan pawai prajurit tradisional yang diikuti oleh berbagai daerah provinsi di Indonesia. Terdapat juga panggung terbuka dengan kursi yang melingkari panggung, yang dapat digunakan untuk pentas musik atau kegiatan lain baik siang maupun malam.
Karena memiliki bangunan yang unik, Museum ini selalu ramai dikunjungi oleh pengunjung, terlebih saat hari libur nasional. Namun, besar harapan Mayor Sabar agar banyak masyarakat yang mengunjungi Museum ini bukan hanya untuk berfoto, tetapi juga untuk mempelajari sejarah para pahlawan dan mengenang jasa-jasa prajurit Indonesia.
"Semoga Museum Keprajuritan dapat membuat pengunjungnya dapat mempelajari sejarah para pahlawan dan mengenang jasa-jasa prajurit Indonesia," ujar Mayor Sabar.