REPUBLIKA.CO.ID, Menikmati hari dengan berkunjung ke sebuah galeri seni atau museum hampir tak mungkin dilakukan bagi seseorang yang mengalami gangguan penglihatan atau tunanetra.
Namun, mahasiswa doktoral di Universitas Canberra, Beaux Guarini, mengatakan ia telah meneliti cara untuk membuat karya seni dan patung-patung yang indah, serta barang-barang bersejarah agar lebih mudah diakses.
"Tentu menjadi tantangan untuk berjalan di museum dengan penglihatan yang terbatas dan saya sangat sadar akan fakta bahwa sekitar 120.000 warga Australia mengalami kebutaan dan 740 ribu warga memiliki gangguan penglihatan, seperti glaukoma atau degenerasi makula," jelasnya.
Ia lantas mengungkapkan, "Sebagai bagian dari studi doktoral saya, saya sudah jalan-jalan ke museum dengan orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan untuk mengetahui apa yang berfungsi, dan apa yang tidak berfungsi.”
"Dan beberapa kendala yang kami temukan adalah sebagian besar benda terkunci dalam kotak kaca, dan itu adalah penghalang nyata, itu sangat mengasingkan," tambahnya. Beaux menyusun tampilan museum dadakan di kampus Universitas Canberra (UC) dengan kacamata kebutaan dan beberapa obyek taktil untuk menjelaskan kepada orang-orang dengan penglihatan yang baik bagaimana proses ini bisa bekerja.
Ia menggunakan teknologi cetak-3D untuk membuat replika museum dari mangkuk gula Wedgwood tua berusia 200 tahun dengan motif yang terinspirasi Mesir dan dari mainan mobil berlapis timah dari tahun 1930-an di Jerman.
Mahasiswa magang di UC, Vanessa Lam, mengatakan, hanya menggunakan sentuhan untuk mengeksplorasi benda bersejarah, telah memberi pengalaman yang berbeda. "Sangat aneh pada awalnya, karena saya begitu terbiasa dengan penglihatan tetapi ketika saya memakai kacamata [kebutaan] itu, suasananya sangat terbatas," tuturnya.
Ia menyambung, "Anda benar-benar tak tahu seberapa besar Anda mengandalkan penglihatan, Anda menerimanya begitu saja. Menyentuh dan merasakan benda itu sungguh baik karena itu memberi aspek baru untuk mengenali seni pada umumnya.”
Tapi Beaux mengatakan, orang-orang dengan penglihatan yang rendah tak ingin terbatas pada pengalaman taktil, dan juga ingin menggunakan indera mereka yang lain. "Ini bukan hanya tentang sentuhan, itu juga tentang bau dan rasa dan seluruh pengalaman indrawi," ujarnya.
Ia menerangkan, "Ini tentang mendengarkan orang-orang dengan gangguan penglihatan tentang apa yang mereka inginkan, ketimbang menggunakan pengalaman dan memaksakan apa yang kami pikir mereka inginkan.”
"Apa yang telah orang-orang katakan kepada saya adalah bahwa mereka ingin menjadi lebih dekat, lebih pribadi dan melibatkan pengalaman sensorik dengan benda-benda itu,” tambahnya.
Museum Nasional Australia di Canberra baru-baru ini menggelar lokakarya dengan Komunitas Tuna Netra Australia untuk membantu agar koleksi mereka lebih mudah diakses.