REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Waisak merupakan moment yang ditunggu-tunggu umat Buddha. Namun, tidak hanya itu, wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri pun turut menantikan moment tersebut.
Tingginya rasa keingintahuan wisatawan akan perayaan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun. Terlebih ketika saat pelepasan lampion yang menjadi puncak acara. Akan tetapi, justru terjadi banyak kendala yang sama di setiap tahunnya.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Chrisnamurti Adiningrum selaku Kepala Unit PT Taman Wisata Candi Borobudur, meski tingginya wisatawan yang datang pada saat Waisak, hal itu menjadi kendala tersendiri.
"Animo wisatawan begitu besar, banyak orang yang ingin menyaksikan, dan hampir semunya ingin memotret dan naik ke atas candi, padahal ke atas candi hanya untuk umat," ujar Chrisnamurti Adiningrum selaku Kepala Unit PT Taman Wisata Candi Borobudur yang dihubungi ROL belum lama ini.
Dikatakan lebih lanjut olehnya, banyaknya wisatawan non Buddha yang ingin ikut menyaksikan acara tahunan ini dari jarak dekat, sehingga terkadang justru mengganggu kekhidmatan para umat yang mengikuti prosesi doa.
Kendala lainnya juga datang dari agen-agen travel yang sering membawa turis luar negeri untuk melihat prosesi Waisak di Borobudur. Para agen mematok harga untuk acara ini, yang sebenarnya justru tidak dipungut biaya sama sekali untuk datang.
"Dan mereka komplain karena tidak mendapat fasilitas, padahal kita tidak menarik uang sepeser pun," kata Chisnamurti.
Kendala tersebut tahun ini ditanggulangi dengan memberikan sosialisasi pada masyarakat bahwa pada saat malam hari, acara Waisak dibuka untuk umum secara gratis. Namun hanya umat Buddha yang memiliki tanda pengenal yang bisa ikut ke atas Candi.