REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Direktur Eksekutif Basser Research Center dari Universitas Pennsylvania Susan Domchek mengatakan aktris dan pembuat film Angelina Jolie telah membuat keputusan yang sangat bijaksana dengan melakukan operasi pengangkatan ovarium dan tuba fallopi.
Jolie diketahui memiliki mutasi genetik BRCA1 yang secara signifikan dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker ovarium.
Ia juga mengatakan, keputusan Jolie tersebut memberikan inspirasi bagi perempuan-perempuan di dunia dan mendorong perempuan dalam situasi yang sama untuk mempertimbangkan melakukan hal yang sama. Mutasi BRCA menyebabkan lima sampai 10 persen kanker payudara dan 10 sampai 15 persen kanker ovarium di kalangan perempuan kulit putih di Amerika Serikat.
"Penghapusan profilaksis ovarium dan tuba fallopi sangat dianjurkan pada perempuan sebelum usia 40 yang memiliki mutasi BRCA1 dan BRCA2 ," kata Domchek, seperti dilansir New York Times, Rabu (25/3).
Kepada New York Times, Jolie sebenarnya masih ingin memiliki ovarium dan tuba fallopi, namun ketakutannya akan penyakit kanker membuatnya memutuskan mengangkatnya. Sebab, ibu, bibi dan neneknya juga meninggal karena kanker.
Dua tahun lalu Jolie juga melakukan operasi berisiko tinggi, yaitu operasi pengangkatan kedua payudara untuk mencegah kanker payudara. Namun, beberapa dokter menyarankan perempuan yang berada dalam situasi yang sama, dapat terlebih dahulu melakukan operasi pengangkatan ovarium sebelum payudara dengan risiko menopouse dini dan tidak lagi bisa memiliki anak.
"Mengangkat ovarium secara substansial dapat juga mengurangi risiko wanita terkena kanker payudara. Kanker payudara umumnya lebih dapat terdeteksi dan diobati dibandingkan kanker ovarium," kata Domchek.