Selasa 13 Jan 2015 14:56 WIB

Lima Tahapan Berduka Ibu yang Keguguran

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Keguguran bukan hal yang mudah untuk dihadapi perempuan.
Foto: pixabay
Keguguran bukan hal yang mudah untuk dihadapi perempuan.

REPUBLIKA.CO.ID, Keguguran bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Ibu yang mengalaminya umumnya membutuhkan waktu untuk mencerna dukanya, hingga akhirnya bisa menghadapi kenyataan kalau ia sudah kehilangan buah hatinya.

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani mengatakan lewat akun Twitter pribadinya @AnnaSurtiNina, ketika mendapat kabar alami keguguran, ada beberapa tahapan kedukaan yang terjadi pada ibu, sampai akhirnya menerima (stage of grieving). Apa saja tahapan itu?

Tahap pertama keguguran, ibu biasanya mengalami masa denial. Ia akan menolak, menyangkal dan tak percaya adanya keguguran. Ibu masih berharap ada keajaiban janin hidup lagi.

Di tahap kedua keguguran, ibu sering marah kepada dirinya sendiri, menyalahkan diri, benci kepada keluarga atau tim medis, dan lainnya.

Lalu tahap ketiga keguguran, ibu mulai sadar bahwa marah tak menghasilkan. Ibu pun coba bernegosiasi dengan Tuhan. Misalnya, ”Ambil saja hartaku tapi kembalikan bayiku.”

Setelah itu, ibu akan masuk tahap keempat keguguran. Saat ini ibu cenderung depresi, sedih berkepanjangan, murung. Kadang berusaha menutupi kemurungan dengan sok ceria. Kemudian perempuan yang keguguran masuk tahap selanjutnya, tahap kelima keguguran. Yaitu akhirnya bisa menerima kenyataan bahwa janin memang tak bisa diselamatkan. Bahwa memang kehilangan itu nyata.

“Dari tahap satu sampai lima bisa bolak-balik, bisa sebentar (beberapa minggu sampai bulan), bisa tahunan. Tergantung mama keguguran dan dukungan lingkungan,” ujar perempuan yang akrab disapa Nina ini dalam kultwitnya 9 Januari 2015 lalu.

Untuk dapat melewati ini semua, ibu yang keguguran membutuhkan dukungan dari suami, keluarga, teman-teman, juga dari tim medis. Penting diingat, dalam mendukung ibu yang keguguran, perhatikan raut muka kita, gerak tubuh kita (bahasa nonverbal) bukan hanya kata-kata saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement