REPUBLIKA.CO.ID, Selain menjadi contoh yang baik dan menjaga kualitas hubungan dengan anak, menurut psikolog anak, Ine Indriani Aditya, M.Psi, orang tua juga harus menjalin komunikasi efektif, mendengarkan anak dengan seksama dan memahami perasaan anak.
Menjalin komunikasi yang efektif
Apakah kita sering tidak mendengarkan anak? Apakah kita sudah memahami perasaan anak? Apakah kita sering membohongi atau mengancam anak, dengan ancaman yang tidak masuk akal? Apakah kita lebih sering menuruti kehendak anak, sehingga anak bertingkah semaunya?
Apakah kita sering mencap anak, dengan sebutan “bodoh”, “nakal”, dan lainnya? Apakah kita sering melarang anak dengan kata “jangan”? Apakah kita sering melakukan kekerasan kepada anak, seperti mencubit, memukul, dan lainnya?
Bila hal-hal tersebut terjadi pada Anda, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah pola komunikasi kita dengan anak. Komunikasi antara orang tua dan anak tentu tidaklah mudah. Namun, bila kita mau melakukan refleksi, belajar dan berlatih pola komunikasi yang baik, akan dapat membantu kita dalam mengasuh anak secara lebih efektif.
Komunikasi perlu disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Komunikasi disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Untuk anak usia nol sampai dua tahun, pola komunikasi yang diterapkan sebaiknya basic trust vs mistrust, anak membutuhkan cinta, responsif, rasa aman, rasa percaya.
Sedangkan untuk anak usia dua sampai empat tahun, komunikasi autonomy vs shame, anak membutuhkan kesempatan untuk belajar hal baru dan dihargai. Dan anak usia empat sampai lima atau enak tahun, komunikasi initiative vs guilt, anak membutuhkan inisiatif dalam meniru kebiasaan orang tua maupun dalam hal bermain peran.
Mendengarkan anak dengan seksama
Ketika anak sedang bercerita, ada baiknya kita mendengarkan dengan seksama. Bila sedang sibuk, Anda bisa berhenti sejenak atau beritahu anak bahwa Anda sedang mengerjakan tugas Anda terlebih dahulu, lalu baru menghampiri anak.
Menerima perasaan anak
Beberapa pernyataan menerima perasaan anak, “Kamu sedih ya, kura-kuramu mati…” bisapula “Kakak pengen digendong juga ya kaya adik… kamu kesel ya mama gendong adik, kakak pengen dimanja-manja juga…” atau “Iya kamu kesel, pengen nonton tv tapi tidak boleh. Besok kamu boleh nonton tv lagi, sekarang waktunya kita tidur”.
Jalani dengan tulus
Ine menambahkan ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan dalam mengasuh anak. Misalnya kerjasama dan kedisiplinan, meminimalisir kata tidak, memberikan pujian, dan memberikan konsekuensi.
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah ketika kita ingin mencoba mengubah diri atau meningkatkan cara pengasuhan kita, bila tidak berhasil untuk pertama kali bukan berarti kita harus kembali ke cara lama. Pentingnya untuk menjalani dengan perasaan yang tulus. Ingat bahwa anak lebih cenderung mencontoh perilaku dibandingkan hanya mendengarkan kata-kata semata. Anak tidak bisa belajar sendiri, namun ia dapat belajar melalui merasakan dan aplikasi langsung dari orangtua ataupun pengasuhnya.
“Parent Ok, kids will be Ok. Emotionally healthy parent, fostering emotionally healthy children. Bila orangtua menjalankan amal sholeh dalam keseharian, anak akan menjalankan amal sholeh pula,” jelasnya.