REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, hanya 42 persen dari para Ibu memilih ASI eksklusif. Sementara Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menemukan bahwa hanya 32 persen para Ibu berkarier di Jakarta memilih ASI eksklusif.
Penelitian lain pada tahun 2008 oleh Nutrition and Health Surveillance System (NSS) yang dilakukan di Jakarta, Surabaya dan Semarang, menunjukkan bahwa banyak Ibu yang berhenti menyusui setelah kembali bekerja.
Kasubdit Kemitraan Pusat Promosi Kesehatan kemenkes Theresia Irawati mengatakan para ibu harus terus diingatkan dan diberi semangat agar memberikan ASI ekslusif. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, baru 38 persen ibu yang memberikan asi ekslusif selama enam bulan untuk anaknya. Padahal, bayi juga berhak mendapatkan makanan yang terbaik.
Theresia mengatakan pemerintah mengatur perilaku hidup bersih dan sehat dalam Undang-undang 36 tahun 2009. Salah satunya memberikan ASI ekslusif. Anak-anak yang mendapatkan ASI ekslusif mendapatkan manfaat yang luar biasa. Anak ASI, kata dia relatif lebih cerdas dan tidak mudah sakit.
Pemerintah juga terus berupaya mengintervensi beberapa aturan yang memungkinkan ibu memberikan ASI ekslusif bagi anak. misalnya, dengan menghimbau perusahaan tempat sang ibu bekerja untuk menyediakan ruangan laktasi untuk memerah susu.
“Kita melakukan sosialisasi kepada seluruh mitra dan mendorong perusahaan untuk mengupayakan ruang menyusui dan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk menyusui,” katanya.