REPUBLIKA.CO.ID, Mengajarkan keterampilan bagi anak berkebutuhan khusus tentu berbeda dengan anak normal.
Apa saja yang harus mereka pelajari? Dengan cara apa mereka mempelajarinya?
Menjawab pertanyaan tersebut, pakar pendidikan khusus Adi D Adinugroho-Horstman PhD menjelaskan, ada beberapa cara yang bisa ditempuh.
Untuk mengajarkan keterampilan fungsional, orang tua bisa masuk lewat pintu rekreasi, contohnya, dengan mengajak ananda makan di restoran. Sebelum berangkat, jelaskan kepada anak nanti akan makan di restoran. Kenalkan anak beragam restoran dan bimbing ia memilih restoran yang akan didatangi dengan membantunya mengenali selera makannya atau jenis makanan yang boleh disantapnya saat itu. Ketika masuk restoran, ajari sistem restoran, cara pemesanan makanan, dan sistem pembayaran.
Selain itu, orang tua bisa mengajak anak menonton bioskop. Ajarkan anak untuk memilih bioskop, jenis film, cara membeli tiket, sopan santun saat menonton bioskop, dan lainnya. Ajarkan sedetail itu.
Tujuannya agar anak belajar intervensi. “Dengan mengetahui itu secara rinci, anak akan terlatih menghadapi beragam situasi,” kata Adi.
Untuk mengajarkan hal demikian, anak berkebutuhan khusus bisa jadi tak dapat menyerapnya sekaligus. Lakukan secara bertahap dan dengan rencana yang matang. Misalnya, hari ini ajarkan memilih menu, besoknya ajarkan memesan makanan. Begitu seterusnya. Setelah anak memiliki kemampuan makan di restoran atau menonton di bioskop, beri anak kesempatan untuk melakukannya sendiri. Biarkan anak memesan makanan atau membeli tiket tanpa bantuan orang tua.
Cara berikutnya untuk mengajarkan keterampilan fungsional, yakni melalui hobi. Hobi bukan hanya berupa kegiatan, melainkan bisa saja dengan mengumpulkan barang kesukaan, seperti prangko, bebatuan, dan lainnya. Hobi adalah sesuatu yang membuat kita senang. Sebelumnya, orang tua tentu harus melihat terlebih dahulu hobi anaknya.
Eksplorasi lebih jauh apa hobi anak. Saat akhir pekan, coba ajak anak pergi ke toko musik. Lihat apakah anak tertarik dengan musik. Di rumah, orang tua juga dapat memutarkan musik atau memainkan alat musik, lalu memperhatikan minat anaknya.
Ketika orang tua sudah berhasil melacak hobi anak, fasilitasi buah hati untuk melakukan hobinya. Ketika anak menyukai origami dan memiliki talenta, ia akan terlihat senang menjalani hobinya. Biarkan anak meneruskan dan carikan jalan agar ia dapat mengembangkan hobinya.
Kelak anak bisa mendapatkan penghasilan dari kreasi origaminya. Peluang itu sudah semakin terbuka apalagi belakangan makin banyak toko dan butik berkelas yang menjadikan origami sebagai unsur dekoratif. Dengan memiliki penghasilan sendiri, anak akan bisa bertahan hidup nantinya.
Demikian pula, dengan anak yang hobi main piano dan terasah bakatnya. Ia bisa saja bermain piano saat libur sekolah di kafe-kafe. Sayangnya, orang tua terkadang tidak memiliki waktu untuk mengajarkan kemampuan fungsional ini kepada anak berkebutuhan khususnya.
Ada pula orang tua yang tidak memberi kesempatan anaknya keluar rumah. Mereka masih berpikiran masyarakat akan menolak anak berkebutuhan khusus. Padahal, kenyataannya tidak seluruhnya masyarakat menolak. Anak yang tidak mempunyai pengalaman akan sulit belajar. “Jangan malu bawa anak berkebutuhan khusus keluar rumah berkebutuhan khusus, harus bangga,” ujar Adi.