Ahad 20 Apr 2014 13:10 WIB

Merasakan Tradisi Lama Jepang di Kyoto (2)

Rep: Joko Sadewo/ Red: Indira Rezkisari
Perempuan berpakaian Geisha di Kyoto.
Foto: AFP
Perempuan berpakaian Geisha di Kyoto.

REPUBLIKA.CO.ID, Saat masih di Jakarta, sejumlah kawan merekomendasikan saya untuk tidak melewatkan mengunjungi Nijo-jo atau Benteng Nijo. Ini membuat saya penasaran tentang apa istimewanya Benteng Nijo. Karena itulah, setibanya di Kyoto, saya tidak melewatkan diri untuk mengunjungi Benteng Nijo.

Dari hotel di pusat Kota Kyoto, saya naik taksi menuju lokasi tersebut. Karena saya sampai di sana sudah agak sore, saya memilih menggunakan taksi untuk ke sana. Walau sebenarnya lokasi ini juga dengan murah dan mudah bisa ditempuh dengan transportasi umum.

Setelah membayar sekitar 4.000 yen Jepang ke sopir taksi, saya langsung menuju loket karcis. Ternyata, untuk masuk ke Benteng Nijo saya hanya perlu membayar 600 yen Jepang.

Begitu memasuki kawasan Benteng Nijo, saya dibuat terpukau oleh kemegahan Karamon, pintu gerbang utama Benteng Nijo. Saya menangkap kesan kokoh, megah, bahkan angker saat melewati pintu gerbang tersebut. Benteng itu terbuat dari kayu besar dengan ukiran kayu yang sangat rumit. Kombinasi warna hitam dan kuning emas dari pintu gerbang tersebut begitu mencolok.

Secara resmi Nijo-jo dibuka pada 1603 sebagai tempat tinggal shogun pertama pada Zaman Edo, yaitu Tokugawa Ieyasu. Nijo-jo adalah monumen bersejarah yang terdaftar dalam heritage listpada 1994.

Istana Nijo terdiri dari dua bagian, yaitu Istana Honmaru dan Istana Ninomaru. Pada 1750, Istana Honmaru terbakar. Akibatnya, keseluruhan Istana Honmaru dan sebagian Istana Ninomaru hancur.

Benteng Nijo dikelilingi oleh bangunan batu yang kokoh serta parit yang lebar untuk melindunginya. Saya menduga parit dan benteng ini dimaksudkan untuk menghambat pergerakan musuh jika ada serangan.

Saya terkesan dengan arsitektur Istana Ninomaru yang bergaya shoin yang berasal dari masa pramodern. Bangunannya terbuat dari kayu hinoki yang diberi warna perpaduan warna hitam dan kuning emas serta ukiran kayu yang indah. Saya semakin penasaran untuk melihat apa saja yang ada di istana tersebut.

Ketika menginjakkan kaki di bagian depan Istana Ninomaru saya merasa lantainya berbunyi. Bahkan suaranya sangat berisik. Ternyata, lantai itu memang sengaja dibuat berbunyi untuk mengantisipasi jika ada penyusup yang diam-diam masuk ke istana.

Saya menemukan banyak ruangan di dalam istana tersebut. Setiap ruangan dihiasi dengan lukisan dinding dengan berbagai motif. Lukisan-lukisan itu dibuat oleh Kano Nanobu dan Kano Eigaku.

Saya menduga perbedaan motif lukisan ini dibuat dengan maksud tertentu. Misalnya lukisan di ruang paling depan, yang dulunya dipakai untuk pertemuan Shogun Tokugawa dengan para samurai.

Saya melihat lukisan di sana menampilkan gambar pohon besar dan binatang yang garang. Itu ternyata dimaksudkan untuk memunculkan kesan garang se hingga bisa menjatuhkan mental lawan saat melakukan perundingan.

Ini berbeda dengan lukisan di ruangan-ruangan yang terletak di bagian paling dalam istana. Di ruangan yang hanya bisa dimasuki kerabat dan orang dekat Shogun Tokugawa, lukisannya lebih banyak menampilkan gambar pohon-pohon kecil, dengan warna dan goresan yang lebih lembut.

Di dalam istana itu saya juga melihat adanya sejumlah diorama. Di bagian tengah ada diorama Shogun Tokugawa yang sedang bertemu dengan para bawahannya. Sementara, di bagian belakang istana, saya melihat diorama Tokugawa bersama permaisuri yang sedang dilayani para selir dan pembantunya.

Dan, yang membuat saya juga terkesan adalah masih adanya ruangan, yang dulu menjadi tempat penyerahan kekuasaan dari Shogun Tokugawa kepada Kaisar Jepang. Di Benteng Nijo, rezim Tokugawa pertama kali berkuasa, dan di tempat ini pula Tokugawa menyerahkan kekuasaannya.

Awalnya, banyak gudang senjata berada di beberapa sudut Istana Ninomaru, tetapi saat ini yang tersisa hanya di tenggara dan barat daya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement