REPUBLIKA.CO.ID, Di Jakarta atau mungkin di banyak kota lain di dunia yang memiliki banyak mal, ada sebuah kebiasaan yang dilakukan anak muda. Untuk melewati hari, mereka biasa bepergian dari satu mal ke mal yang lain dengan teman sepermainan. Tak mesti untuk berbelanja, tapi sekadar berjalan-jalan dan menikmati suasana tempat yang telah menjadi pusat aktivitas ma sya rakat kota. Sebagian menyebutnya mall hopping.
Nah, ke Papua Nugini (PNG), mungkin wisatawan harus sedikit merasakan pengalaman tersebut. Tapi jangan salah, bukan karena negara ini memiliki banyak mal atau pusat perbelanjaan yang menyajikan berbagai merek dunia. Alih-alih mall hopping, negara bekas koloni Inggris ini menawarkan hal yang lain, airport hopping.
Negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini memang menjanjikan keindahan alam yang masih “perawan” dan belum banyak tersentuh perkembangan modernisasi. Masyarakatnya pun masih banyak yang hidup dengan mempertahankan cara-cara tradisional. Karenanya, PNG memang tepat bagi wisatawan yang ingin mencari suasana segar dan pengalaman budaya yang orisinal. Karena itu pula, istilah airport hopping muncul.
Di PNG, infrastruktur dan akses transportasi masih menjadi masalah serius. Pesawat udara bisa disebut sebagai moda transportasi utama untuk bepergian dari satu wilayah ke yang lain. Malah, tak jarang harganya bisa lebih mahal ketimbang harus bepergian ke luar negeri, sebut saja Australia.
Apalagi, jarang ada penerbangan langsung untuk bisa mencapai satu tempat tertentu. Untuk mencapai ke Alotau, misalnya. Wisatawan harus mengambil penerbangan ke Port Moresby dan kemudian terbang selama lebih kurang satu jam menuju Bandara Gurney di Alotou.
Namun, untuk mencapai tempat wisata dengan pemandangan yang menakjubkan, perjalanan itu harus berlanjut melalui darat dan bahkan juga lewat laut. Lalu, bagaimana jika ingin bepergian ke wilayah lain? Jawabannya, airport hopping.
Di PNG, semua penerbangan memang harus melalui Bandara Internasional Jacksons yang ada di Port Moresby. Bertempat di ibu kota, bandara itu menjadi hub untuk semua penerbangan di PNG, baik domestik maupun internasional.
Sayangnya, tak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Port Moresby. Akses ke PNG hanya bisa ditempuh lewat Denpasar, Bali, atau Singapura. Untuk Bali, itu pun hanya ada sepekan sekali. Yaitu, tiap Senin pukul 22.00 WITA.
Beberapa pekan lalu, saya mendapat kesempatan untuk merasakan sendiri pengalaman airport hopping di PNG. Saya terbang melalui Denpasar menggunakan Air Niugini dengan perjalanan sekitar lima jam untuk tiba di Bandara Jacksons. Tujuan pertama, yakni Tawali Resort, sekitar dua jam perjalanan dari Bandara Gurney. Kemudian, sekira 1,5 jam pertama ditempuh dengan menggunakan bus dan sisanya dilewati menggunakan boat.
Resor ini menawarkan pengalaman tinggal di pulau terpencil yang dikelilingi keindahan laut. Sejauh mata memandang, terpapar biru laut dan langit dengan desiran angin nan tenang. Resort Manager Tawali, Nuel Ingles, bahkan mengklaim, karena lokasinya, tempat itu aman dari bencana gempa dan juga gunung berapi.
Karena terletak di pinggir laut, diving dan snorkeling menjadi andalan resor ini. Tak heran lantaran air lautnya yang jernih dan ragam ikan yang sekilas terlihat ketika sampai di dermaga. Tempat ini memang menawarkan pengalaman hidup “terpencil” dengan keindahan alam.