REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pekerja-pekerja di Jepang dikenal memiliki dedikasi tinggi kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka juga terkenal dengan kemampuan mereka bekerja dalam waktu yang lama, berjam-jam. Jepang bahkan memiliki istilah khusus, karoshi, etos kerja dimana bekerja sampai mati dan istilah ini sudah dikenal sejak zaman perang dan kerja paksa dahulu.
ROLers, setidaknya ada lima alasan mengapa orang-orang Jepang betah dirantai pekerjaan dalam waktu yang lama, diambil dari beberapa komentar pekerja asing yang sedang atau pernah bekerja di Jepang. Berikut paparannya, dilansir dari RocketNews, Rabu (28/8).
5. Ketakutan
Banyak orang menyatakan bahwa kebanyakan pekerja Jepang sangat takut dikeluarkan dari perusahaannya. Mereka perlu bekerja lembur untuk mencoba mencari tahu dan meyakinkan diri mereka bahwa pekerjaan mereka sehari itu berjalan dengan benar. Mereka takut gagal sehingga menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksanya.
Thomas Proskow, akun seorang pekerja asing di Jepang mengatakan, Jepang memiliki sejarah panjang menjalani budaya stasioner. Misalnya, hidup orang ditentukan oleh pekerjaan mereka, di atas segalanya, termasuk di atas keluarga, hobi, dan cita-cita pribadi mereka.
"Karier seseorang tidak akan berubah dan bergerak cepat, sehingga mengorbankan waktu lainnya untuk bekerja tampaknya tidak menjadi masalah besar di Jepang," kata Proskow.
Sebagian pekerja asing, di luar Jepang mungkin mengambil sikap, seperti pulang ketika jam kerja mereka berakhir, dan melanjutkan pekerjaan mereka esok hari. Kecuali, pekerjaan itu benar-benar dibutuhkan hari itu.
Tidak ada ketakutan akan tekanan yang datang dari perusahaan, apalagi sanksi. Namun, orang Jepang dibesarkan dengan keras, sehingga jauh berbeda dengan budaya kerja yang dijalani pekerja asing di negara lainnya.
Kesimpulannya, sepanjang era ekonomi emas dipimpin Jepang, Barat memandang perusahaan Jepang sebagai model untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Namun, di era saat ini, lingkungan kerja di Jepang justru sering dikritik oleh masyarakat dunia dan dipandang merugikan pekerja.