Kamis 26 Jul 2012 12:07 WIB

Anak Alami Disleksia, Seperti Apa Cirinya?

Rep: reiny dwinanda/ Red: Endah Hapsari
Anak disleksia/ilustrasi
Anak disleksia/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Terlahir dengan gangguan saraf, anak disleksia punya hambatan spesifik dalam dunia akademis. Ia mengalami kesulitan mengerti huruf dan angka. Lantas, dapatkah anak disleksia hidup sukses kelak?

Untuk menjawabnya, mari simak pengalaman Tom Cruise. Aktor tenar Hollywood ini disleksia, seperti ibunya. "Saya selalu mengikuti kelas remedial di sekolah."

Di laman beingdyslexic.co.uk, Cruise digambarkan harus bersusah payah menamatkan pendidikan SMA. Di masa itu pula pria kelahiran New York 48 tahun silam ini menemukan bakatnya di bidang seni peran. Berkat upayanya yang keras, Cruise akhirnya berhasil melejitkan diri, bersaing dengan aktor lain yang tidak disleksia.

Di Indonesia, anak-anak disleksia tak banyak yang bernasib sebaik Cruise. Di rumah maupun sekolah, mereka sering diberi label sebagai anak yang tidak memiliki motivasi belajar atau bodoh, seperti Albert Einstein dan Leonardo da Vinci di zaman baheula. "Mereka pun dijuluki pembuat onar di lingkungannya," ungkap psikolog Mayke S Tedjasaputra beberapa waktu lalu.

Padahal, sejatinya anak-anak tersebut hanya kesulitan konsentrasi. Daya ingatnya pendek. "Kemampuan organisasinya minim," kata Mayke.

Disleksia bukan penyakit. Otomatis, tak ada obatnya. Gangguan kesulitan belajar spesifik ini disebabkan oleh adanya gangguan neurobiologis. "Tepatnya, di sistem saraf daerah posterior --lobus parietal inferior atau girus temporalis superior," jelas dr Irawan Mangunatmadja SpA(K), ketua unit Kelompok Kerja Saraf Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Disleksia merupakan kondisi yang bersifat genetik dan tata laksananya memerlukan kerja sama orang tua, guru, dokter, psikolog, psikiater, dan profesional lainnya. Gangguan yang berhubungan dengan kromosom 2, 3, 6, 15, dan 18 ini menurun dari generasi ke generasi. "Terjadi pada 23 sampai 65 anak yang orang tuanya mengalami disleksia dan hampir 40 persen disertai attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)," tutur Irawan.

Lantas, dengan disleksia, akan suramkah masa depan anak? Irawan menggeleng. "Bersama orang tua dan para profesional harus mencari kelebihan yang ada pada anak, mencari bakatnya untuk bekal bersaing," kata Irawan dalam acara yang sama.

Individu dengan disleksia kerap memiliki area keunggulan tersendiri yang jauh di atas rata-rata. Entah di kemampuan visual-spasial, analisis masalah yang mendalam, kesadaran sosial, ataupun penyelesaian masalah. "Ia juga sangat mungkin punya bakat besar di bidang geometri, catur, dan permainan komputer."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement