REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayi memang banyak tidur. Tapi, jangan sepelekan masa tidurnya.
Menurut dokter spesialis anak dari Divisi Perinatologi RSCM, dr Rosalina Dewi Roeslani SpA(K), kualitas tidur bayi akan berpengaruh pada perkembangan otaknya. Menurutnya, karena saat tidur, bayi akan belajar mengingat apa saja yang dilakukan tubuhnya nanti.
“Itu akan terekam di otak saat bayi tidur. Jika tidurnya terganggu, maka rekaman di sel-sel otak ini pun akan tidak maksimal,” ujarnya saat ditemui Republika dalam peluncuran Mamypoko Extra Dry di Jakarta, Selasa, (13/3).
Apalagi pada bayi yang baru lahir, bayi membutuhkan waktu tidur yang lebih panjang.
Ada dua fase dalam tidur bayi. Fase yang pertama adalah fase Rapid Eye Movement (REM), dimana bayi mengingat stimulasi yang didapat.
“Misalnya mengingat cara tangan mendekatkan ke mulut apabila ingin makan, cara berjalan, dan lainnya,” jelasnya. Sedangkan fase yang kedua, adalah fase Non-REM. Dalam fase ini, otak bayi akan mengingat suara ibunya, suara orang-orang terdekatnya, dan akan terekam dalam otaknya.
Jika bayi sering kaget dan terbangun tiba-tiba, akibatnya proses perekaman memori-memori penting untuk pertumbuhannya ini akan terganggu. Analoginya, informasi yang akan disimpan pun buyar seketika, dan otaknya pun tak bisa menyimpan memori-memori tersebut.
Sedangkan untuk bayi yang lama berada di inkubator atau ditempatkan di kamar terpisah dengan orang tuanya saat ia tidur, perkembangan mentalnya akan terganggu. “Karena mereka jarang tersentuh orang dewasa, maka rasa kepercayaan pada orang dewasa pun berkurang,” ujarnya.
Perkembangan mentalnya, akan terlihat saat bayi ini beranjak remaja. “Ia akan sulit berkonsentrasi pada satu hal,” ujarnya.