REPUBLIKA.CO.ID, Main game, Facebook, Twitter, sampai blog. Pemandangan inilah yang biasanya mengisi hari-hari anak-anak dan remaja era digital. Bahkan, boleh dibilang belakangan ini aktivitas seperti inilah yang menguasai sebagian besar waktu mereka. Dominasi internet, gadget, dan game itu mampu mengalahkan aktivitas anak-anak yang seharusnya dilakukan: belajar.
Kecemasan itu pula yang diungkapkan oleh pekerja sosial dari Wing South West. Mereka mengatakan, hasil dari para pemain game ini kemampuan sosial mereka terus menurun.
Anak-anak itu dikatakan terancam kehilangan empati dan tidak lagi bisa merasakan 'hubungan yang sejati'. Terlebih sebagian besar dari anak-anak ini kurang waktu tidur akibat kecanduan main game. Dan, jadilah mereka para zombie hidup. ''Kami tahu ada beberapa anak yang selalu kelihatan teler. Bukan hanya gara-gara narkoba, tapi mereka kurang tidur karena main games terus,'' ujar Paul Bowser, pekerja sosial dari Wing South West di Bideford, Devon.
Robert Hart Fletcher, pemilik Kids and Media, badan yang memberikan informasi seputar media digital anak, mengatakan, game memang menjadi fenomena belakangan ini. ''Tapi, sekarang kita melihat dampaknya pada sikap anak-anak,'' kata dia.
Jika sebelumnya, kita masih memiliki hubungan sosial berdasarkan empati dan kasih sayang, sekarang ceritanya berbeda. Semua berganti dengan hubungan virtual yang tidak lagi membutuhkan ungkapan empati dan cinta. ''Tampaknya, ini mengubah cara kita berinteraksi dari hari ke hari,'' ujarnya.
Bradley Bown, seorang pemilik toko game, menilai, seharusnya orangtua juga turut mengendalikan sikap anak-anak yang berlebihan main game. Ini karena biasanya komputer dan konsol game bisa diatur agar dapat membatasi waktu bermain. ''Tapi, jika orang sedang stres, lebih baik dia main game ketimbang menumpahkan kegalauannya pada orang lain,'' ungkap Bown.