Jumat 31 Oct 2025 16:20 WIB

Ahli Gizi Ungkap Efektivitas dan Tantangan Program Makanan Bergizi Gratis

Ahli gizi sebut MBG tak sekadar bagi makanan, tapi strategi membangun SDM unggul seja

Tim food security Seksi Kedokteran dan Kesehatan (Sidokkes) Polresta Banda Aceh mengawasi, memeriksa dan menguji Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelum didistribusikan kepada penerima manfaat di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Yayasan Kemala Bhayangkari Cabang Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (31/10/2025). Tim food security Sidokkes Polresta Banda Aceh melakukan rapid test untuk memeriksa kandungan zat kimia sianida, formalin, nitrit, boraks, arsen dan pencegahan keracunan pada menu MBG sebelum dikonsumsi para pelajar di Kota Banda Aceh.
Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Tim food security Seksi Kedokteran dan Kesehatan (Sidokkes) Polresta Banda Aceh mengawasi, memeriksa dan menguji Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelum didistribusikan kepada penerima manfaat di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri Yayasan Kemala Bhayangkari Cabang Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (31/10/2025). Tim food security Sidokkes Polresta Banda Aceh melakukan rapid test untuk memeriksa kandungan zat kimia sianida, formalin, nitrit, boraks, arsen dan pencegahan keracunan pada menu MBG sebelum dikonsumsi para pelajar di Kota Banda Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Program Makanan Bergizi (MBG) hadir sebagai salah satu strategi pemerintah untuk menjawab tantangan gizi buruk di Indonesia. Dari sudut pandang praktisi kesehatan, program ini bukan sekadar penyediaan makanan, melainkan investasi jangka panjang untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Lantas, bagaimana efektivitas program ini dalam mengatasi masalah gizi dan apa tantangan di lapangan?

Indonesia saat ini menghadapi beban gizi ganda atau triple burden of malnutrition, yang mencakup stunting, anemia, dan obesitas yang semakin meningkat, terutama pada anak-anak dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Permasalahan stunting tidak hanya berkaitan dengan tinggi badan, tetapi juga berdampak pada kualitas hidup, tingkat IQ, serta potensi ekonomi anak di masa depan. Kondisi ini secara langsung mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam jangka panjang.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Hal tersebut disampaikan oleh Mochammad Rizal, MS, RD, ahli gizi yang tengah menempuh studi doktoral di bidang International Nutrition di Cornell University, Amerika Serikat. “Permasalahan gizi yang ingin kita atasi saat ini bukan hanya tentang tinggi badan. Oleh karena itu, pemerintah mengklaim bahwa MBG adalah investasi jangka panjang untuk Indonesia Emas 2045,” jelas Rizal dalam keterangan, Jumat (31/10/2025).

Secara ideal, intervensi gizi yang paling spesifik untuk mengatasi stunting adalah menyasar ibu hamil hingga anak usia dua tahun. Saat ini, fokus utama MBG adalah memastikan akses pangan bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah. Jika dijalankan dengan tepat sasaran, konsisten, dan menyajikan makanan bergizi berkualitas, MBG dapat memberikan dampak berantai yang positif, terutama peningkatan kesehatan dan gizi anak.

“Dalam jangka pendek, yang bisa kita saksikan adalah peningkatan status gizi dan kesehatan anak, seperti penurunan angka anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini kelak akan melahirkan generasi bebas stunting,” ujar Rizal.

Selain peningkatan taraf kesehatan, MBG juga diharapkan dapat memotivasi anak untuk lebih semangat datang ke sekolah. Dengan perut terisi makanan bergizi, konsentrasi belajar diharapkan meningkat. Program ini juga diharapkan mampu mendongkrak produktivitas rantai pasok pangan lokal, seperti petani, nelayan, dan katering daerah.

Namun, implementasi MBG di lapangan tidak lepas dari berbagai tantangan kompleks. Salah satunya adalah kebiasaan makan anak-anak yang terbiasa mengonsumsi ultra processed food (UPF) seperti makanan ringan, permen, dan produk tinggi gula, garam, serta lemak.

“Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan (food waste). Sebaliknya, memberikan menu berbasis UPF seperti nugget atau sosis agar makanan habis justru mengalihkan tujuan utama program ini. Perlu strategi bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa,” ujar Rizal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement