Kamis 30 Oct 2025 14:13 WIB

Fenomena 'Pacaran' Sama AI, Obat Kesepian atau Malah Bikin Parah?

Beda dengan pasangan manusia, AI tersedia 24/7, selalu mengiyakan, dan tak menuntut.

Tangan robot dan manusia (ilustrasi). Para psikolog memperingatkan ketergantungan yang meningkat pada AI untuk dukungan emosional justru mengisyaratkan kesepian yang lebih parah di dunia yang semakin terhubung.
Foto: Dok. Freepik
Tangan robot dan manusia (ilustrasi). Para psikolog memperingatkan ketergantungan yang meningkat pada AI untuk dukungan emosional justru mengisyaratkan kesepian yang lebih parah di dunia yang semakin terhubung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena yang dulunya hanya ada dalam kisah fiksi ilmiah kini menjadi kenyataan. Hubungan romantis dan intim dengan chatbot kecerdasan buatan (AI) disebut melonjak di kalangan anak muda, memunculkan pertanyaan mendasar yaitu apakah hubungan digital ini benar-benar menyembuhkan kesepian emosional atau justru memperparahnya?

Sebuah pesan mesra pada pagi hari dari "pasangan" yang tidak pernah lupa ulang tahun, tidak pernah berdebat, dan selalu membalas dalam hitungan detik. Kedengarannya sempurna, kecuali pasangan ini tidak nyata, dia adalah chatbot AI. Realitas ini, yang dulunya hanya diangkat dalam film seperti Her (2013), kini dinormalisasi oleh teknologi.

Baca Juga

Data menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sebuah studi di AS baru-baru ini menemukan bahwa satu dari lima siswa sekolah menengah memiliki atau mengenal seseorang yang memiliki hubungan romantis dan intim dengan AI. Bahkan, 42 persen mengatakan mereka atau kenalan mereka menggunakan AI untuk tujuan pertemanan.

Tren ini tidak terbatas di Barat. Di India, sebuah laporan McAfee pada awal tahun ini mengungkapkan bahwa 46 persen responden berusia 18–30 tahun berbincang dengan alat AI untuk mencari kenyamanan atau teman. Ikatan digital ini pun semakin mendalam, bahkan ada kasus pengguna yang melamar hingga "menikahi" chatbot mereka.

Bahaya kesepian yang semakin mendalam

Para psikolog memperingatkan ketergantungan yang meningkat pada AI untuk dukungan emosional justru mengisyaratkan kesepian yang lebih parah di dunia yang semakin terhubung. Psikoterapis yang berbasis di Mumbai, Ayesha Sharma, mengatakan AI hadir mengisi kekosongan saat individu tidak memiliki akses konstan ke orang lain.

“Orang-orang beralih ke chatbot AI untuk mengisi kekosongan karena tidak memiliki akses konstan kepada orang lain. Karena AI tidak membantah atau menghakimi, ini memberikan pengguna rasa memiliki dan penerimaan,” ujar Sharma dikutip dari laman Hindustan Times pada Kamis (30/10/2025).

Berbeda dengan pasangan manusia, AI tersedia 24/7, selalu mengiyakan, dan tidak pernah menuntut. Konsultan senior psikologi di Apollo Spectra Hospital, Delhi, dr Jyoti Mishra, fenomena respons instan ini, mengaktifkan pusat penghargaan di otak yang sama dengan yang terkait dengan kasih sayang.

"Garis antara kasih sayang dan cinta menjadi kabur karena orang memproyeksikan kedalaman emosional pada AI," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement