Kamis 02 Oct 2025 07:54 WIB

Penggunaan Gawai Anak akan Diatur, Indonesia Segera Punya Regulasi Khusus

Regulasi penting karena angka kekerasan akibat akses teknologi digital meningkat.

Sejumlah anak bermain permainan tradisional di Taman Robusta, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Jumat (7/2/2025). Taman Robusta menyediakan ruang bermain ramah anak dengan fasilitas permainan tradisional seperti ular tangga dan tapak gunung guna mengurangi dampak negatif penggunaan gadget pada anak-anak.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah anak bermain permainan tradisional di Taman Robusta, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Jumat (7/2/2025). Taman Robusta menyediakan ruang bermain ramah anak dengan fasilitas permainan tradisional seperti ular tangga dan tapak gunung guna mengurangi dampak negatif penggunaan gadget pada anak-anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memandang harus ada regulasi yang mengatur tentang pembatasan penggunaan gawai bagi anak. Indonesia akan segera memiliki regulasi yang melindungi penggunaan gawai.

"Pembatasan gadget itu menjadi penting," kata Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Ratna Susianawati, Rabu (1/10/2025).

Baca Juga

Menurut dia, regulasi itu diharapkan akan memperkuat Perpres Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Pelindungan Anak di Ranah Daring serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Dia mengatakan aturan pembatasan penggunaan gawai bagi anak seperti di negara-negara lain tidak mudah untuk diterapkan di Indonesia. Menurut dia, dibutuhkan kajian mendalam dan komprehensif dengan melibatkan kementerian/lembaga dan partisipasi masyarakat sebelum diterbitkannya regulasi.

Keberadaan regulasi pembatasan penggunaan gawai bagi anak dinilai penting mengingat angka kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada anak yang disebabkan akses teknologi digital, terus meningkat.

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SPHAR), tercatat ada 4 dari 100 anak mengakses ruang digital yang mengarah pada kekerasan seksual. KemenPPPA juga mencatat ada kenaikan hingga 30 persen jumlah anak yang mengakses internet di tahun 2023.

Kemudian ada 74,25 persen anak yang mengakses internet untuk berbagai hal. Mulai dari aspek hiburan, jejaring sosial, belajar online, hingga belanja online.

Pihaknya menambahkan tidak semua anak mendapatkan pendampingan dan edukasi yang memadai saat mereka berselancar di ranah daring. Hal itu menyebabkan banyak anak yang akhirnya mengakses konten-konten negatif, termasuk pornografi, sehingga mereka pun menjadi adiksi pornografi, atau bahkan menjadi pelaku kekerasan seksual.

Saat ini, KemenPPPA terus memperkuat pencegahan terjadinya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi terhadap anak di ranah daring. Kemudian memperkuat penanganan atas penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi terhadap anak di ranah daring. "Penguatan layanan bagi anak korban penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi," kata Ratna Susianawati.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement