Kamis 21 Aug 2025 12:07 WIB

Indonesia Dinilai Perlu Ikuti Langkah Singapura Larang Vape

Anggapan vape lebih aman daripada rokok konvensional dinilai ilusi menyesatkan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Dokter spesialis paru Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta. Menurut dr Erlina, Indonesia perlu meniru langkah tegas Singapura yang memperlakukan penggunaan rokok elektrik (vape) sebagai bentuk penyalahgunaan narkoba.
Foto: Republika/Prayogi
Dokter spesialis paru Erlina Burhan saat sesi foto untuk Tokoh Perubahan Republika 2020 di Jakarta. Menurut dr Erlina, Indonesia perlu meniru langkah tegas Singapura yang memperlakukan penggunaan rokok elektrik (vape) sebagai bentuk penyalahgunaan narkoba.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis paru, dr Erlina Burhan, menilai Indonesia seharusnya meniru langkah tegas Singapura yang memperlakukan penggunaan rokok elektrik (vape) sebagai bentuk penyalahgunaan narkoba. la menilai kebijakan tersebut sebagai sinyal keras terhadap bahaya serius yang ditimbulkan produk ini bagi kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda.

"Seharusnya Indonesia juga seperti itu karena menurut saya ini adalah alarm yang perlu didengar serius. Harus sayang dong sama generasi muda, harus kita lindungi mereka dengan regulasi," kata dr Erlina saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (21/8/2025).

Baca Juga

Sebelumnya Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, menerapkan kebijakan baru dengan menyamakan vape seperti narkoba. Hal ini didorong oleh temuan kandungan etomidate dalam cairan vape, yakni obat anestesi yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dan berpotensi merusak sistem saraf.

Erlina mengatakan anggapan vape lebih aman daripada rokok konvensional adalah ilusi yang menyesatkan. la merujuk pada riset yang menunjukkan bahwa 30 kali isapan vape setara dengan satu batang rokok dari segi beban nikotin. Artinya, meskipun bentuk dan aroma berbeda, beban nikton serta dampak kesehatan tetap serupa.

"Uap dari cairan vape bukan sekadar asap wangi, tapi mengandung zat karsinogenik yang dapat memicu kanker, serta menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran pernapasan. Dampaknya bisa berujung pada asma, penyakit paru kronis, hingga kanker paru," ujar dr Erlina.

la juga menyoroti strategi pemasaran produk vape yang dinilai agresif menyasar remaja dan anak muda, dengan kemasan menarik serta citra modern dan sehat. Fenomena ini, kata dia, telah menciptakan gelombang adiksi nikotin baru, bahkan di kalangan yang sebelumnya bukan perokok.

"Inilah yang membedakan. Kalau dulu rokok identik dengan kebiasaan generasi lebih tua, sekarang vape merangsek ke kalangan remaja," kata dia.

Menurut dr Erlina, Indonesia masih tertinggal dalam hal regulasi vape. Belum ada kebijakan komprehensif yang mengatur soal kandungan, promosi, maupun edukasi publik terkait dampak kesehatannya.

Oleh karena itu dia mendorong pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan baru yang lebih ketat dan komprehensif. Dia mengatakan jangan sampai Indonesia mengulang kesalahan yang sama dengan rokok konvensional di mana regulasi terlambat hadir setelah dampak kesehatan sudah begitu meluas.

"Langkah Singapura mungkin terlihat ekstrem. Tapi dalam konteks kesehatan publik, lebih baik mencegah ketimbang mengobati. Bentuk apapun, rokok tetaplah rokok. Ujungnya sama-sama membahayakan," ujar dr Erlina.

photo
Bahaya vape. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement