Rabu 20 Aug 2025 15:47 WIB

Pengusaha Karaoke di Semarang Keluhkan Tarif Royalti Rp15 Juta per Room

Salah satu karaoke di Semarang mengaku sudah dapat somasi dari LMK.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Pengunjung memilih lagu di ruang karaoke (ilustrasi). Pengelola Karaoke Citra Dewi Bandungan, Handika Gusni Rahmulya, mengungkapkan bahwa pihaknya diminta membayar Rp 15 juta per kamar per tahun.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung memilih lagu di ruang karaoke (ilustrasi). Pengelola Karaoke Citra Dewi Bandungan, Handika Gusni Rahmulya, mengungkapkan bahwa pihaknya diminta membayar Rp 15 juta per kamar per tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha karaoke di kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, mengeluhkan lonjakan tarif royalti musik yang dikenakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Pengelola Karaoke Citra Dewi Bandungan, Handika Gusni Rahmulya, mengungkapkan bahwa pihaknya diminta membayar Rp15 juta per kamar per tahun.

"Betul kami diminta membayar Rp15 juta per room per tahun oleh LMK. Kami bahkan sudah menerima somasi dari mereka," ujar Handika saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (20/8/2025).

Baca Juga

Menurut Handika, jumlah tersebut sangat memberatkan pelaku usaha karaoke lokal seperti dirinya. la juga tidak sepakat jika usahanya diklasifikasikan sebagai karaoke eksekutif sehingga dibebankan tarif royalti tinggi oleh LMK. Karena menurut dia, klasifikasi itu tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.

"Kalau dikategorikan sebagai karaoke eksekutif ini jelas sangat berat, karena kami ini hanya karaoke lokal. Artinya, rincian Rp15 juta itu apa saja? Penunjukan sebagai karaoke eksekutif berdasar apa?," kata dia.

Handika mengatakan sebelum pandemi Covid-19, tarif royalti yang dibebankan hanya sekitar Rp 3 juta per room per tahun. Namun kini jumlah itu melonjak drastis, tanpa penjelasan rinci.

"Ini yang selama ini jadi pertanyaan kami di Bandungan, karena saya baca di peraturan hanya ada nominal, tapi penentuan nominal itu yang kami belum tahu rinciannya seperti apa," ujarnya.

Ketika ditanya apakah ada pengusaha karaoke lain di wilayah Semarang yang mengalami hal serupa, Handika mengaku belum mendapat informasi. "Kalau yang di Semarang saya kurang paham," ujar dia.

Sementara itu, berdasarkan informasi di laman resmi Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), besaran tarif royalti karaoke dibedakan berdasarkan tipe usaha, yakni karaoke keluarga, eksekutif, hall, dan box/kubus. Penetapan tarif tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. HKI.2.OT.03.01-03 Tahun 2016 tentang Tarif Royalti Rumah Bernyanyi (Karaoke).

Dalam aturan tersebut, karaoke keluarga dikenakan tarif sebesar Rp12 ribu per kamar per hari, sementara karaoke eksekutif dikenai tarif jauh lebih tinggi, yakni Rp50 ribu per kamar per hari. Adapun karaoke tanpa kamar atau hall dikenakan tarif Rp20 ribu per hari. Royalti dibayarkan setahun sekali, dengan perhitungan 1 tahun sama dengan 300 hari.

Karaoke sendiri termasuk jenis usaha yang wajib membayar royalti atas penggunaan lagu atau musik. Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, yang menyebutkan bahwa penggunaan lagu atau musik secara komersial dalam layanan publik wajib membayar royalti kepada pemilik hak cipta melalui lembaga yang ditunjuk.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement