Sabtu 21 Jun 2025 09:00 WIB

Fenomena Barista Down Syndrome, Tren Positif yang Sentuh Hati Banyak Orang

Kafe ini memberikan kesempatan bagi individu dengan down syndrome untuk berkarya.

Penyandang down syndrome membuat kopi untuk pengunjung di Kopi Kamu, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penyandang down syndrome membuat kopi untuk pengunjung di Kopi Kamu, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --

Fenomena menjamurnya kafe yang memberdayakan penyandang disabilitas di Jakarta sebagai barista telah mencuri perhatian publik. Psikolog Vitriani Sumarlis, S.Psi, M.Si, melihat tren ini sebagai langkah positif, karena kafe-kafe ini tidak hanya menyediakan ruang bagi individu berkebutuhan khusus, seperti mereka yang menyandang down syndrome, untuk bisa mandiri, tetapi juga memungkinkan mereka berkontribusi bagi lingkungan sekitar.

"Saya sangat mengapresiasi kesempatan yang diberikan kepada individu dengan down syndrome," ujar Vitri dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, baru-baru ini.

Dia melihatnya dengan konteks penerimaan. "Adanya kafe ini memberikan kesempatan bagi individu dengan kebutuhan khusus juga bisa berkarya, berpartisipasi dan memberikan kontribusi untuk lingkungan sekitar. Kemudian, ini juga bisa jadi kesempatan untuk menunjukkan kemandirian yang bisa menghasilkan," kata ahli Curriculum Implementation, Monitoring & Evaluation di Sekolah Cikal ini.

Vitri menekankan pentingnya pengakuan terhadap kompetensi para pekerja berkebutuhan khusus ini. Kehadiran barista dari kalangan individu dengan down syndrome, menurut Vitri, memerlukan apresiasi dan afirmasi dari masyarakat luas bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, memiliki kompetensi yang patut diakui. Ini adalah inti dari inklusivitas sejati.

"Dengan mengaitkannya dengan konteks menerima inklusivitas, adalah penting diingat bahwa kalau kita sudah menerima adanya peran barista yang diampu oleh individu dengan down syndrome, maka alangkah baiknya dan seharusnya masyarakat yang datang itu harusnya udah blending. Artinya tidak terbatas pada komunitas dan keluarga dari individu dengan down syndrome tersebut," ujarnya.

Vitri berpendapat, masyarakat harus sepenuhnya mengakui kemampuan individu berkebutuhan khusus dalam peran yang mereka jalankan. Dari sinilah, makna inklusivitas itu akan terpenuhi secara utuh.

"Kalau kita mau bicara inklusif, kita enggak hanya ajak individu dengan down syndrome berpartisipasi, tapi kita perlu acknowledged. Acknowledge itu artinya kita akui kemampuannya," kata Vitri.

Ia memberikan contoh konkret: pengakuan bisa berupa pujian terhadap kualitas kafe secara keseluruhan, seperti "Wah itu kafenya memang enak buat nongkrong, menu dan minumannya juga enak".

Dengan begitu, individu berkebutuhan khusus akan mendapatkan pengakuan atas hasil kerja keras mereka. Vitri berharap, kunjungan ke kafe-kafe ini dilakukan sama seperti kunjungan ke kafe biasa, di mana semua orang bisa datang dan merasakan pengalaman yang sama, tanpa batasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement