REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 1 pada anak menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Data Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI mencatat, kasus diabetes melitus tipe 1 melonjak tujuh kali lipat dalam satu dekade terakhir. Hingga saat ini, sebanyak 1.948 anak tercatat sebagai pasien diabetes melitus tipe 1 di CDIC Indonesia.
Dokter spesialis anak subspesialis konsultan endokrinologi, dr Nur Rochmah, mengatakan diabetus melitus (DM) tipe 1 adalah penyakit kronis yang memerlukan pengelolaan medis yang ketat dan berkelanjutan. Prevalensi DM tipe 1 terus meningkat setiap tahunnya dan diprediksi bisa lebih tinggi karena banyaknya kasus yang tidak terdiagnosis.
“Diabetes melitus tipe 1 pada anak sering kali tidak terdiagnosis atau terlambat diagnosis karena gejala awalnya tidak dikenali. Selain itu, orang tua juga masih banyak yang belum aware akan hal ini,” kata dr Nur Rochmah dalam diskusi media secara daring, Selasa (29/4/2025).
Diabetes melitus tipe 1 pada anak umumnya disebabkan oleh gangguan auto imun, di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel beta di pankreas yang bertugas memproduksi insulin. Tidak hanya itu, faktor genetik dan lingkungan juga berperan.
Menurut dr Nur, faktor lingkungan yang dapat memicu respons autoimun ini meliputi infeksi virus tertentu, paparan toksin, hingga kekurangan vitamin D. Kombinasi antara predisposisi genetik dan pemicu lingkungan ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas, mengakibatkan defisiensi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah.
Sementara itu, komplikasi yang bisa terjadi pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 secara umum terbagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan kronis. Dokter Nur menjelaskan, komplikasi akut terjadi secara tiba-tiba dan memerlukan penanganan segera.
“Dua kondisi yang paling umum adalah hipoglikemia yaitu kadar gula darah yang terlalu rendah, dan hiperglikemia yaitu kadar gula darah yang terlalu tinggi. Bila hiperglekimia tidak ditangani, anak bisa mengakami ketoasidosis diabetik (KAD) yaitu suatu kondisi gawat darurat medis yang ditandai dengan napas cepat, nyeriperut, hingga penurunan kesadaran,” kata Nur.
Pada 2017, tercatat 71 persen kasus diabetes anak pertama kali terdiagnosis saat sudah mengalami KAD. Angka ini meningkat dari 63 persen pada tahun-tahun sebelumnya.
Sementara itu, lanjut dr Nur, komplikasi kronis berkembang perlahan dalam jangka panjang dan berpotensi menimbulkan kerusakan organ secara permanen. Komplikasi ini terutama menyerang sistem pembuluh darah, baik pembuluh darah kecil (mikrovaskular) maupun pembuluh darah besar (makrovaskular).
Gangguan mikrovaskular dapat menyebabkan retinopati diabetik atau kerusakan mata, kerusakan ginjal dan saraf. Adapun komplikasi makrovaskular dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, serta gangguan pembuluh darah lainnya yang sebelumnya lebih banyak ditemukan pada usia dewasa.
“Komplikasi ini bisa mulai muncul jika diabetes tidak terkontrol dengan baik. Maka dari itu, edukasi, pemantauan rutin, dan pengelolaan gula darah pada anak dengan diabetes melitus tipe 1 sangat krusial,” kata dia.