Selasa 29 Apr 2025 16:01 WIB

Psikolog Soroti Debat Dedi Mulyadi dan Aura Cinta, Apa Katanya?

Menurut psikolog, peran ortu penting dalam membimbing anak mengelola keinginan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Psikolog menanggapi perdebatan antara remaja Aura Cinta dan Dedi Mulyadi
Foto: Edi Yusuf
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Psikolog menanggapi perdebatan antara remaja Aura Cinta dan Dedi Mulyadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Psikolog dari Insight Psikologi, Alfa Mardhika, menanggapi perdebatan antara Aura Cinta dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengenai pelarangan acara perpisahan di sekolah. Menurut Alfa, keinginan remaja untuk merayakan perpisahan sekolah adalah hal yang wajar dan perlu dihargai.

Namun ia menekankan, acara perpisahan tidak harus diwujudkan lewat acara yang menghabiskan biaya besar. Justru menurut Alfa, pelarangan ini bisa menjadi kesempatan bagi para siswa untuk menciptakan momen sendiri yang lebih sederhana namun tetap bermakna.

Baca Juga

“Kalau misalnya ingin ada perpisahan, ya bisa saja dilakukan. Anak bisa membuat acara sendiri bersama teman-temannya. Misalnya bikin dekorasi sendiri, terus kumpul bersama, itu lebih membekas karena momen itu mereks ciptakan sendiri,” kata Alfa saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/4/2025).

Alfa mengatakan bahwa banyak remaja belum memiliki pemahaman tentang nilai di balik perayaan. Mereka cenderung melihat pada bentuk luar, seperti lokasi acara atau kemewahan, tanpa menyadari bahwa inti dari perpisahan atau kebersamaan dan kenanangan yang dibangun bersama.

Alfa menekankan pentingnya peran orang tua dalam membimbing anak dalam mengelola keinginan dan prioritas. Ia mengingatkan orang tua agar tidak serta merta menuruti permintaan anak, terutama jika harus sampai meminjam uang dan berutang.

“Orang tua perlu mengajak anak berpikir: seberapa penting acara itu? Apakah ada cara lain yang tidak memberatkan beban ekonomi keluarga? Jangan sampai meminjam uang hanya demi kesenangan sesaat yang bukan prioritas,” kata Alfa yang merupakan alumni Psikologi Universitas Indonesia.

Menurutnya, diskusi terbuka antara orang tua dan anak seperti ini penting dilakukan sejak anak mulai beranjak remaja agar mereka terbiasa mempertimbangkan konsekuensi dari pilihan-pilihannya. “Kalau tidak dibiasakan, nanti anak tumbuh dengan pola pikir bahwa setiap keinginannya harus terpenuhi, bahkan dengan cara yang memaksakan diri,” kata dia.

Sementara itu, dalam pernyataan di Instagram pribadinya, Dedi Mulyadi mengatakan bahwa dialog atau perdebatan dirinya dengan Aura menggambarkan masa depan anak-anak Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa Aura sudah bukan remaja karena usianya hampir 20 tahun.

“Dialog saya dengan Aura itu adalah dialog yang ingin menggambarkan tentang masa depan anak-anak kita. Pertama, Aura bukanlah anak remaja, tapi menurut saya sudah dalam kategori dewasa karena usianya sudah hampir 20 tahun,” kata Dedi.

Sebagai informasi, dalam perdebatan yang diunggah di saluran YouTube Dedi Mulyadi, gubernur Jabar tersebut mengatakan pelarangan perpisahan sekolah dimaksudkan untuk mengurangi beban finansial orang tua yang kerap harus membayar uang dalam jumlah besar untuk acara tersebut. Menurut Dedi, selama ini banyak orang tua terpaksa meminjam uang pada bank emok (sejenis rentenir) untuk menutupi biaya perpisahan.

Namun demikian, Aura mengatakan jika tidak ada perpisahan, siswa tidak bisa merasakan berkumpul terakhir bersama teman-teman. Keluarga Aura sendiri merupakan korban penggusuran di bantaran kali Bekasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement