REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernahkah kamu merasakan perasaan sunyi setelah menghabiskan waktu bersama keluarga atau lingkaran pertemanan terdekat? Jika jawabannya ya, ketahuilah bahwa kamu tidak sendirian.
Fenomena psikologis ini dikenal sebagai kesepian kontras atau kesepian pascasosial. Oleh beberapa ahli, kesepian ini didefinisikan sebagai jurang antara ekspektasi emosional kita terhadap interaksi sosial dan realitas pengalaman yang kita rasakan. Alih-alih kehangatan dan kepuasan, banyak individu justru dilanda kehampaan dan kekecewaan setelah momen kebersamaan usai.
Mengapa ini bisa terjadi, dan langkah-langkah apa yang dapat kita ambil untuk menavigasi perasaan yang diam-diam menyakitkan ini? Saat ini, kesepian telah diakui sebagai sebuah "epidemi" modern yang melanda berbagai lapisan masyarakat.
Berbagai nasihat dan solusi pun bermunculan untuk mengatasi perasaan terisolasi ini, mulai dari bergabung dengan komunitas dengan minat yang sama, menghadiri acara sosial, hingga sekadar berinteraksi dengan orang asing. Namun, bagaimana jika upaya-upaya sosial ini justru memperburuk rasa kesepian yang sudah ada?
Seorang terapis yang berpraktik di Los Angeles, Amerika Srikat (AS), Lindsey Rae Ackerman, mengatakan perasaan sedih dan terasing setelah bersosialisasi atau yang dikenal sebagai kesepian kontras atau kesepian pascasosial merupakan fenomena yang lebih umum dari yang kita bayangkan. Pendapat ini diperkuat oleh Helene D'Jay, seorang konselor profesional berlisensi dan direktur eksekutif layanan dewasa muda di Newport Healthcare.
D'Jay menyebut anggapan bahwa keberadaan fisik orang lain secara otomatis menghilangkan rasa kesepian adalah sebuah kesalahpahaman besar. Seseorang dapat tetap merasakan kesepian yang mendalam, baik saat berada di tengah keramaian maupun setelah kembali ke kesunyian rumah.