Selasa 29 Apr 2025 13:13 WIB

Sejak Tahun 2016 Tren DBD di Indonesia Terus Meningkat

Anak-anak paling berisiko tinggi terpapar DBD berat.

Relawan melakukan pengasapan atau fogging penanggulangan penyakit demam berdarah di Kampung Joyosuran, Solo, Jawa Tengah, Ahad (2/2/2025). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Dalam periode Januari 2025 hingga minggu ketiga tercatat sebanyak 1.239 warga Jawa Tengah terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 13 di antaranya meninggal dunia.
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Relawan melakukan pengasapan atau fogging penanggulangan penyakit demam berdarah di Kampung Joyosuran, Solo, Jawa Tengah, Ahad (2/2/2025). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Dalam periode Januari 2025 hingga minggu ketiga tercatat sebanyak 1.239 warga Jawa Tengah terinfeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 13 di antaranya meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demam Berdarah Dengue (DBD) masih jadi salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Tercatat penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus kasusnya tiap tahun selalu meningkat.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr Ina Agustina Isturini, MKM, mengungkapkan sepanjang 2024, jumlah kumulatif kasus DBD di Indonesia mencapai hampir 250 ribu kasus. Dari jumlah tersebut, tercatat ada lebih dari 1.000 kasus kematian dari 488 kabupaten/kota di 36 provinsi di Indonesia.

Baca Juga

“Dari tahun ke tahun, sejak 2016 tren perkembangan kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Sejak awal tahun 2025 hingga 16 Februari, jumlah kasus DBD di Indonesia sudah mencapai 10.752 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 48,” katanya, dikutip dari siaran pers, Selasa (29/4/2025). Lonjakan kasus tertinggi di antaranya terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Terkait kasus kematian akibat DBD, Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis KSM/Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr Hasan Sadikin Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Dr dr Anggraini Alam, Sp A(K), menjelaskan anak-anak memiliki risiko tertinggi mengalami DBD berat dan kematian. Menurutnya, semua orang berisiko terkena dengue. "Mulai dari bayi baru lahir hingga lansia," katanya.

Sekitar 75 persen kasus dengue terjadi pada kelompok usia 5-44 tahun dengan proporsi tingkat kematian tertinggi 40 persen terjadi pada anak-anak kelompok usia 5-14 tahun. Sistem imunitas yang belum sempurna pada anak-anak menjadi faktor utama yang meningkatkan risiko terkena DBD.

Tingginya risiko kematian akibat DBD pada anak-anak menjadi menjadi alarm serius bagi para orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan langkah-langkah pencegahan sedini mungkin.

Jenama produk perawatan kulit bayi My Baby di bulan April ini melakukan edukasi dan penerapan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mendaur ulang) serta pengasapan (fogging) di area pemukiman warga. Termasuk memberikan produk minyak telonnya dan bubuk larvasida untuk memberantas jentik nyamuk. Kegiatan ini menjangkau hampir 8 ribu keluarga di Bandung, Semarang, dan Surabaya.

"Kami percaya bahwa edukasi dan tindakan nyata adalah kunci utama dalam mencegah DBD. Lewat kampanye ini, kami berharap para orang tua bisa lebih aktif menjaga kebersihan lingkungan," ujar Deputy Managing Director Consumer Cosmetic and Health Care Tempo Scan Group Winny Yunitawati.

Langkah Efektif Cegah DBD...

photo
Cara agar tak banyak nyamuk di rumah. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement