REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia turut menanggapi polemik terkait dugaan pelanggaran hak cipta pada lagu terbaru band Radja berjudul "Apa Sih". Lagu yang baru dirilis tersebut menuai kontroversi karena dianggap menjiplak lagu "APT" yang dipopulerkan oleh Bruno Mars dan Rosé Blackpink. Akibatnya, lagu "Apa Sih" ditarik dari platform musik digital Spotify.
Kasus ini memicu perdebatan sengit di kalangan warganet dan penikmat musik. Banyak yang menuding Radja melakukan plagiarisme, sementara sebagian lainnya berpendapat bahwa kemiripan tersebut hanya sebatas inspirasi. Menanggapi hal ini, DJKI sebagai lembaga yang berwenang dalam urusan kekayaan intelektual memberikan penjelasan mengenai mekanisme perlindungan hak cipta dan bagaimana proses penanganan dugaan pelanggaran hak cipta di Indonesia.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, mengatakan setiap penggunaan komersial atas karya cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta memiliki konsekuensi hukum serius. "Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta atas karya ciptaannya. Pelanggaran terhadap hak ini tidak hanya bisa merugikan pencipta tetapi juga mengganggu ekosistem industri kreatif," kata Agung dalam keterangan pers pada Jumat (3/1/2025).
DJKI memantau adanya dugaan kemiripan pada lagu “Apa sih” dengan “APT”. Menurut DJKI, hal tersebut harus ditelaah lebih dahulu letak persamaan dari kedua lagu yang diperbandingkan.
"Pada hakikatnya yang dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta yaitu adanya penggunaan karya cipta milik pihak lain secara tanpa hak, baik seluruhnya, sebagian atau bagian substansial," ujar Agung.
Oleh karena itu, Agung mengingatkan perlu kehati-hatian agar tidak merugikan pihak lain dalam menciptakan karya. Adapun pencipta maupun pemegang hak cipta dapat melakukan somasi untuk melarang orang lain menggubah atau menggunakan lagunya tanpa izin.
Jika somasi tersebut tidak ditanggapi, maka pencipta maupun pemegang hak cipta dapat melakukan upaya hukum dengan membuat laporan pengaduan ke Penyidik Kepolisian Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJKI. "Jika terbukti merugikan pencipta atau pemegang hak, pihak yang melakukan pelanggaran bisa mendapat hukuman sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 tentang Hak Cipta," ujar Agung.
Kendati demikian, DJKI mempersilakan setiap paltform digital yang mengkomersilkan karya cipta untuk memiliki kebijakan masing-masing untuk melindungi hak setiap kreatornya. Agung mengingatkan penghormatan terhadap hak cipta adalah fondasi penting dalam industri kreatif.
"Kreativitas harus dihormati dan dilindungi. Kami mengimbau para pelaku industri untuk selalu menciptakan karya yang orisinal dan menghormati hak cipta pihak lain," ujar Agung.
Sebagai langkah pencegahan, DJKI mendorong semua pencipta untuk mencatatkan karya cipta mereka melalui sistem elektronik e-HakCipta yang mudah diakses. "Dengan mencatatkan karyanya, pencipta akan mendapatkan pelindungan hukum yang kuat, sehingga dapat melindungi kreativitas mereka dari tindakan yang tidak bertanggung jawab," ujar Agung.