REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar spesialis anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dr Nuril Widjaja, mengimbau orang tua untuk tidak memberikan nasi atau makanan padat pada bayi yang berumur kurang dari 29 hari (neonatus). Ia mengatakan hal itu termasuk pada tindakan yang berisiko tinggi, mengingat bayi neonatus memiliki keterbatasan pada organ tubuhnya.
“Umumnya bayi neonatus belum mampu mengonsumsi makanan yang padat seperti halnya nasi, pisang dan sebagainya. Hal itu disebabkan pada usia tersebut, beberapa organ belum dapat bekerja dengan maksimal,” kata dr Nuril dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (30/7/2024).
Ia menjelaskan, sistem koordinasi pada organ rongga mulut bayi berumur 0 hingga 6 bulan sangat terbatas. Mereka hanya mampu melakukan gerakan maju mundur (depan ke belakang) yang menyebabkan hanya mampu menerima asupan makanan dalam bentuk yang cair.
“Asupan yang tepat untuk bayi pada umur tersebut yakni air susu ibu (ASI). Sekalipun bubur nampaknya lembut dan mudah untuk dikonsumsi nyatanya bayi belum memiliki lip seal. Artinya, bayi akan melakukan reaksi spontan yakni tersedak dan melepeh makanan tersebut,” kata dr Nuril.
Selain itu, sistem saluran pencernaan bayi neonatus juga belum terbentuk enzim-enzim untuk mengolah makanan secara lengkap. Hal itu menyebabkan makanan padat sukar untuk dicerna oleh bayi. Apabila bayi dipaksa untuk mengonsumi makanan tersebut dapat menimbulkan gangguan pencernaan.
“Makanan padat yang dipaksa masuk dalam organ bayi akan berisiko menyumbat jalur pencernaan pada usus. Nantinya, dikhawatirkan menyebabkan intususepsi usus yang ditandai dengan membesarnya perut seperti orang kembung,” jelas dia.
Ia menganjurkan bayi dengan umur 4 hingga 6 bulan dapat mengonsumi makanan-makanan padat. Pada usia tersebut, saluran pencernaan (usus) sudah sempurna dalam menerima dan mengolah makanan padat. Ditambah, usia tersebut ASI mengalami penurunan zat gizi.
“Oleh sebab itu, usia tersebut ideal untuk memberikan makanan padat serta diselingi dengan pemberian protein hewani sehingga dapat memenuhi kebutuhan kekurangan zat gizi dalam ASI,” kata dr Nuril.