Rabu 19 Jun 2024 16:35 WIB

Jepang Catatkan 1.000 Kasus Lebih Infeksi Bakteri Pemakan Daging

Gejala awal infeksi bakteri pemakan daging sering disalahartikan sebagai flu biasa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Bakteri (ilustrasi). Jepang mencatatkan lebih dari 1.000 kasus STSS pada 2024. Bakteri penyebab infeksi ini disebut pemakan daging karena menyebabkan kerusakan jaringan lunak.
Foto: Sciencealert
Bakteri (ilustrasi). Jepang mencatatkan lebih dari 1.000 kasus STSS pada 2024. Bakteri penyebab infeksi ini disebut pemakan daging karena menyebabkan kerusakan jaringan lunak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jepang mencatatkan lebih dari 1.000 kasus Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) pada 2024, demikian laporan Institut Nasional Penyakit Menular (NIID) pada 18 Juni. NIID menyatakan bahwa sejak awal 2024 kasus STSS telah mencapai 1.019.

Ini menandai peningkatan yang signifikan dalam penyebaran infeksi bakteri yang parah ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. STSS adalah penyakit yang muncul secara tiba-tiba yang terutama disebabkan oleh Group A Streptococcus.

Baca Juga

Bakteri penyebab infeksi ini disebut pemakan daging karena menyebabkan kerusakan jaringan lunak, gagal napas, gagal hati, gagal ginjal, dan kegagalan multiorgan, dengan tingkat kematian melebihi 30 persen. Gejala awal biasanya meliputi sakit tenggorokan, demam, kehilangan nafsu makan, diare, muntah, dan masalah pencernaan lainnya, serta gejala septik seperti tekanan darah rendah.

Penyebaran penyakit ini sangat cepat tahun ini. Hingga 2 Juni, total 977 kasus telah dilaporkan, melampaui jumlah keseluruhan 941 kasus sepanjang tahun lalu. Laporan pekanan tentang tren penyakit menular dari NIID, yang mencakup periode dari 3 hingga 9 Juni, menunjukkan bahwa Tokyo memiliki jumlah kasus terkonfirmasi tertinggi tahun ini dengan 150 kasus, diikuti oleh prefektur Aichi dan Saitama dengan 69 dan 68 kasus. Para ahli kesehatan di Jepang mengatakan bahwa STSS terutama ditularkan melalui droplet dari mukosa hidung atau tenggorokan dan melalui kontak dengan luka, demikian seperti dilansir Strait Times, Rabu (19/6/2024).

Menurut para ahli, gejala awal infeksi bakteri ini sering disalahartikan sebagai flu biasa, karena perkembangan penyakit yang cepat. Demam tinggi yang disertai dengan mengigau atau kemerahan yang menyebar dengan cepat di sekitar luka adalah tanda peringatan yang memerlukan perhatian medis segera.

Para ahli kesehatan mendesak siapa pun yang mengalami gejala-gejala parah ini untuk segera mencari perawatan medis untuk mencegah perkembangan penyakit yang berpotensi mengancam jiwa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement