Selasa 25 Jun 2024 15:38 WIB

Bakteri Pemakan Daging Merebak di Jepang, Amankah Traveler Berkunjung?

STSS dapat membunuh orang yang terinfeksi dalam waktu 48 jam.

Rep: Mgrol152/ Red: Qommarria Rostanti
 Orang-orang yang memakai masker di Tokyo, Jepang. Bakteri pemakan daging merebak di Jepang.
Foto: EPA-EFE/FRANCK ROBICHON
Orang-orang yang memakai masker di Tokyo, Jepang. Bakteri pemakan daging merebak di Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik dihebohkan dengan merebaknya wabah bakteri pemakan daging di Jepang. Jepang telah mencatat rekor jumlah kasus penyakit yang berpotensi mematikan yang disebabkan oleh bakteri pemakan daging.

Kasus infeksi bakteri ini sangat fatal dan mencapai rekor tertinggi di Jepang. Hingga tanggal 2 Juni ini, Kementerian Kesehatan Jepang telah mencatat 977 kasus yang memiliki angka kematian hingga 30 persen. Angka tersebut melampaui 941 kasus yang tercatat sepanjang tahun 2023 yang merupakan jumlah tertinggi yang dilaporkan dalam satu tahun sejak pencatatan dimulai.

Baca Juga

Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) dapat membunuh orang yang terinfeksi dalam waktu 48 jam. Dilansir laman Bangkok Post, Departemen Pengendalian Penyakit setempat memperingatkan traveler yang akan berangkat ke Jepang untuk melindungi diri dari infeksi bakteri pemakan daging.

“Mereka yang berencana mengunjungi Jepang harus mengutamakan proteksi karena penyakit ini dapat menular dari manusia ke manusia melalui tetesan cairan tubuh dan luka. Kelompok rentan seperti orang lanjut usia, anak-anak dan wanita hamil, dan mereka yang memiliki luka terbuka atau sayatan bedah harus mengambil tindakan pencegahan khusus,” kata departemen tersebut.

Para traveler yang ingin pergi ke Jepang diimbau untuk menggunakan masker wajah, membawa hand sanitizer, pembalut luka, krim antibiotik, dan memiliki asuransi kesehatan. Menurut Pusat Perlindungan Kesehatan, infeksi Group A streptococcus (GAS) dapat menyebar dan membawa infeksi tersebut tanpa gejala. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tetesan pernapasan, menyentuh luka orang yang terinfeksi, atau melalui kontak dengan peralatan yang terkontaminasi.

Dikutip dari South China Morning Post (22/6/2024), pakar penyakit menular dr Joseph Tsang Kay-yan mengatakan, sumber air panas dan pemandian umum meningkatkan kemungkinan tertular penyakit, karena orang-orang sering berganti pakaian, dan berbagi barang-barang umum seperti handuk. “Dalam kondisi seperti itu, kemungkinan terjadinya luka lebih besar,” ujar dr Joseph.

Traveler disarankan untuk melakukan perawatan luka yang tepat untuk mengurangi kemungkinan infeksi seperti segera membersihkan luka dan menutupnya dengan perekat tahan air hingga sembuh sepenuhnya. Para wisatawan juga direkomendasikan untuk sering menjaga kebersihan tangan, menghindari berbagai barang-barang pribadi, dan memakai masker medis jika pergi ke tempat keramaian. Jika mengalami gejala, segera cari pertolongan medis.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement