REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusodo Makassar Dr dr Nadirah Rasyid Ridha, MKes, mengatakan, penderita hemofilia perlu melakukan olahraga yang santai guna menghindari pendarahan.
Nadirah menjelaskan, penderita hemofilia, terutama hemofilia berat, dapat mengalami pendarahan meski tidak terjadi trauma. Dia menganjurkan untuk menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan pendarahan, contohnya mengendarai motor, yang berisiko membuat seseorang jatuh.
Menurut dia di Jakarta, Rabu (17/4/2024), sebaiknya pasien hemofilia tidak melakukan olahraga yang bersifat dua arah atau menggunakan alat.
"Kalau mau olahraga boleh, olahraganya itu jogging saja atau jalan santai," ujarnya dalam 'Kenali Gejala dan Penanganan Awal Hemofilia' yang disiarkan di Jakarta.
Dia juga mengingatkan untuk tidak lupa memberikan suntikan profilaksis dua kali seminggu, untuk mencegah perdarahan dan menjaga struktur sendi dan ototnya tetap baik, mempertahankan produktivitasnya, sehingga mencapai kualitas hidup yang baik.
Menurut dia, penyandang hemofilia dapat beraktivitas seperti orang normal, selama mereka diberikan suntikan tersebut secara rutin.
Dia menjelaskan bahwa hemofilia terjadi karena adanya gangguan dalam pembekuan darah. Dokter itu menyebut bahwa penyakit tersebut diturunkan dari orang tua, terutama ibu sebagai pembawa bakat mutasi tersebut.
Dia juga menyebutkan, penyandang hemofilia dapat menikah dan memiliki keluarga, namun untuk mengurangi risiko mutasi gen tersebut diteruskan ke anak-anaknya, maka perlu memilih keluarga lain yang tidak memiliki risiko tersebut.
Nadirah menjelaskan, diperkirakan ada sekitar 400 ribu penyandang hemofilia secara global, sedangkan di Indonesia sekitar 25 ribu penyandang hemofilia.
Dia juga menyebutkan bahwa kebanyakan penyandang hemofilia adalah laki-laki. Dari 220 pasien hemofilia di Sulawesi Selatan, katanya, 218 adalah laki-laki. Hemofilia, katanya, dapat diketahui sejak bayi lahir.
Adapun gejala-gejala hemofilia, ujarnya, yaitu mudah memar atau lebam-lebam kebiruan di kulit, sering bengkak di sendi-sendi. Contoh lainnya adalah setelah imunisasi, yang biasanya dua hari setelahnya bekasnya menghilang, justru membengkak dan lama hilangnya.
"Atau pada saat dia dicabut gigi. Gigi itu sudah bisa tanggal pada umur sekitar lima tahun, jadi pada saat giginya tercabut itu akan terjadi perdarahan yang merembes dan susah berhenti," katanya.