Sabtu 30 Mar 2024 22:09 WIB

Benarkah Anjing Bisa Endus Trauma Masa Lalu dari Napas Manusia?

Anjing disinyalir bisa membantu mendeteksi dan menenangkan pasien gangguan PTSD.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Anjing (ilustrasi). Hasil studi terbaru menunjukkan anjing disinyalir bisa membantu mendeteksi dan menenangkan pasien gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Foto: EPA
Anjing (ilustrasi). Hasil studi terbaru menunjukkan anjing disinyalir bisa membantu mendeteksi dan menenangkan pasien gangguan stres pascatrauma (PTSD).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sejumlah fasilitas kesehatan di luar negeri, anjing kerap dijadikan satwa yang mendampingi pasien. Hewan berkaki empat ini juga diandalkan untuk mengendus penyakit, mendeteksi bom, dan membantu manusia mengatasi tantangan mobilitas.

Dikutip dari laman New Atlas, Sabtu (30/3/2024), hasil studi terbaru menunjukkan anjing disinyalir bisa membantu mendeteksi dan menenangkan pasien gangguan stres pascatrauma (PTSD). Sebab, temuan itu mengungkap bahwa anjing bisa mengendus trauma masa lalu.

Baca Juga

Dua ekor anjing dalam sebuah penelitian kecil mampu mengidentifikasi dengan tepat seperti apa bau napas manusia ketika dikaitkan dengan memori trauma. Dalam kasus tersebut, anjing merespons petunjuk fisik yang mengindikasikan peristiwa kilas balik.

Ditambah lagi, bagi pasien penyuka satwa, kehadiran anjing bisa memberikan kenyamanan dan mengingatkan bahwa mereka berada di lingkungan yang aman. Studi itu digagas oleh para peneliti di Universitas Dalhousie di Nova Scotia, Kanada.

Tim ilmuwan hendak melihat apakah anjing dapat membantu pengidap PTSD sebelum terjadinya kilas balik. Sama seperti anjing telah terbukti dapat melakukan intervensi sebelum seseorang mengalami kejang, atau mengendus stres yang disebabkan oleh cara lain.

Dalam studi itu, ada kelompok yang ditujukan untuk melihat bagaimana orang-orang yang pernah mengalami trauma masa lalu bereaksi terhadap pengingat akan trauma tersebut saat ini. Sejumlah 54 persen individu dalam kelompok tersebut memenuhi pedoman klinis untuk didiagnosis mengidap PTSD.

Dari jumlah 54 persen peserta dalam kelompok tersebut, para peneliti meminta 26 donor aroma. Setiap peserta diminta untuk memakai masker saat bernapas dengan tenang dan mengenakan masker saat diingatkan akan trauma yang mereka alami.

Saat pengumpulan sampel sedang berlangsung, para peneliti mulai merekrut anjing untuk penelitian ini. Dari 25 ekor anjing, ada dua yang cukup termotivasi untuk berpartisipasi dalam pelatihan untuk mengidentifikasi trauma pada napas, bernama Ivy dan Callie.

Penulis utama studi, Laura Kiiroja, menjelaskan kedua anjing tersebut dilatih untuk mengendus perbedaan antara sampel masker wajah dalam keadaan tenang dan dalam keadaan stres. Kemudian mereka diuji pada masing-masing dari 52 sampel masker wajah yang dikumpulkan (26 dalam keadaan tenang, 26 dalam keadaan stres).  

Callie mampu membedakan keduanya sebesar 81 persen, sedangkan Ivy mendapat skor akurasi 74 persen. Para peneliti percaya bahwa keahlian Callie dalam tes tersebut terkait dengan mengendus bahan kimia napas yang berhubungan dengan rasa malu, sedangkan keahlian Ivy berkorelasi dengan kecemasan.

"Kami berspekulasi bahwa Ivy terbiasa dengan hormon sumbu simpatik-adreno-medulla (seperti adrenalin) dan Callie berorientasi pada hormon sumbu hipotalamo-hipofisis-adrenal (seperti kortisol). Ini adalah pengetahuan penting untuk melatih anjing penolong, sebagai peringatan dini gejala PTSD," kata Kiiroja. 

Dia dan tim menyebut studi itu merupakan pembuktian konsep, dan penelitian yang lebih besar perlu dilakukan untuk memverifikasi kemampuan serupa pada anjing lain. Hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal Frontiers in Allergy.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement