Senin 19 Feb 2024 08:40 WIB

Ahli Gizi: Efek Buruk Junk Food Bersifat Jangka Panjang

Dampak jangka pendek, tubuh sering merasa lelah dan kembung.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Setyanavidita livicansera
Junk Food
Junk Food

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ahli gizi Universitas Airlangga (Unair) Siti Rahayu Nadhiroh menjabarkan masalah serius yang berpotensi dialami tubuh jika terlalu sering mengkonsumsi junk food. Ia menjelaskan, junk food adalah makanan yang mengandung kalori, lemak, gula, dan garam yang tinggi.

"Junk food rendah akan zat-zat gizi seperti vitamin dan mineral, namun tinggi akan kandungan energi, garam, gula, atau lemak. Kenapa disebut junk food? Karena makanan jenis ini tidak berperan dalam pola makan yang sehat," kata Nadhiroh, Senin (19/2/2024).

Baca Juga

Nadhiroh menjelaskan, dampak serius mengkonsumsi junk food berlebihan memang bersifat jangka panjang. Studi dan penelitian telah membuktikan efek negatif jangka panjang dari kebiasaan mengkonsumsi junk food tersebut. "Dampaknya mungkin tidak dirasakan langsung. Tetapi banyak penelitian telah membuktikan efek negatif dari kebiasaan mengkonsumsi junk food," ujarnya.

Lalu, apa saja dampak serius mengkonsumsi junk food berlebihan? Dampak jangka pendek, kata Nadhiroh, tubuh sering merasa lelah, kembung, dan sulit berkonsentrasi. Sementara dampak jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, dan strok.

"Terlalu banyak lemak jenuh dalam junk food dapat meningkatkan produksi kolesterol jahat dalam tubuh. Itu meningkatkan risiko terkena penyakit jantung," ucapnya. Nadhiroh juga menyoroti konsumsi junk food yang dapat mengganggu fungsi otak, mengurangi konsentrasi, dan merusak ingatan.

Serat yang kurang pada junk food membuat perasaan kenyang tidak bertahan lama. Hal itu menyebabkan penurunan energi dan peningkatan rasa lapar. Untuk mengurangi dampak buruk konsumsi junk food, kata Nadhiroh, perlu adanya pembatasan penjualan dan iklan junk food, promosi makanan sehat sesuai gizi seimbang, dan penelitian lebih lanjut terkait perubahan perilaku.

Pemerintah, akademisi, dan masyarakat menurutnya perlu bekerja bersama dalam merumuskan solusi untuk mengurangi prevalensi konsumsi junk food. "Khususnya di kalangan anak muda dan mahasiswa," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement