REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog klinis forensik dari Universitas Indonesia (UI) Kasandra Putranto menyebut secondhand embarrassment atau perasaan malu tidak langsung untuk orang lain bisa dirasakan karena sifat dasar manusia yang berakar pada makhluk sosial sehingga emosi orang lain bisa dapat terserap pada yang melihat kejadian tersebut.
"Seperti yang kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial, maka emosi yang dianggap dirasakan oleh seseorang bisa diserap oleh orang yang menyaksikan kejadian tersebut," tulis Kasandra dalam pesan singkat, Selasa (23/1/2024).
Ia juga mengatakan rasa malu bisa muncul dari kejadian yang dialami orang lain karena biasanya hal-hal yang mereka saksikan adalah perilaku atau citra diri yang tidak diharapkan ada pada dirinya, sehingga ketika mereka melihat hal tersebut, rasa malu tumbuh.
Secondhand embarrassment biasanya terjadi ketika mereka menyaksikan sesuatu yang dianggap memalukan atau canggung. Hal-hal memalukan dan canggung ini bisa dianggap sebagai stresor untuk mereka yang menyaksikannya.
Kasandra juga menekankan hal ini sangat rentan dirasakan oleh mereka yang memiliki empati yang tinggi dan mereka yang memiliki indikasi social anxiety disorder atau gangguan kecemasan sosial.
"Hal ini karena seseorang secara mental menempatkan dirinya seperti berada di situasi orang lain yang dianggap melakukan hal yang memalukan atau canggung. Oleh karena itu, rasa malu seperti harus ditanggung bersama," tambah Kasandra.
Rasa malu terhadap kejadian tidak nyaman yang dilakukan seseorang bisa dirasakan meskipun orang yang melihat tidak mengenal sama sekali orang tersebut.
Hal itu karena adanya rasa empati yaitu kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan juga membayangkan diri sendiri berada di posisi orang tersebut.
Kasandra menyarankan jika mengalami....