REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu yang "khas" ketika memasuki tahun baru yaitu maraknya ramalan nasib bagi pemiliki shio atau zodiak tertentu. Pada tahun 2024 misalnya, ada lima shio yang diprediksi kurang beruntung yakni shio anjing, shio naga, shio kerbau, shio kambing, dan shio macan. Pertanyannya kemudian, bagaimana hukumnya umat Islam yang mempercayai ramalan shio?
Ramalan shio serupa dengan ramalan zodiak, memprediksi kehidupan seseorang berdasarkan karakteristik khas pada hari dan tahun lahir. Mengutip laman resmi NU Online, nasib adalah masalah gaib, sedangkan yang gaib itu berada di tangan Allah SWT.
“Artinya, kita harus berbaik sangka kepada Allah (husnuzon) bahwa bulan apapun kita dilahirkan adalah bulan baik. Dengan kata lain kita harus optimistis dengan nasib dan masa depan kita,” tulisnya.
Dalam kajian Islam, dikenal hukum aqli (wajib atau sesuatu yang pasti ada), mustahil (sesuatu yang pasti tidak ada), jaiz (sesuatu yang bisa jadi ada dan bisa jadi tidak ada), hukum syari (wajib, sunah, haram, makruh, mubah, sah, batal), dan hukum adi (kebiasaan). Menurut Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis, apa pun jenis ramalan adalah haram.
“Kerjaan ramal-meramal itu tentu diharamkan karena kita tidak tahu masa depan kita kecuali Allah. Tapi kita punya harapan, punya ekspektasi, punya target diperlukan menjadi cara hidup kita lebih efektif, lebih terarah, Rasulullah sudah melarang untuk kita ramal-meramal itu,” kata dia.
Cholil Nafis juga menyarankan agar umat Islam memperkuat akidah mereka dan percaya takdir manusia telah ditentukan sejak masih berada di lauhul hahfuz. Takdir yang sudah tercatat itu adalah apa yang sudah dijalani oleh umat manusia, yang tentunya masih dapat diubah dengan doa dan amal saleh.
“Sehingga kalau kita tahu kebesaran Allah, tahu kebaikan Allah, kita akan bersandar pada Allah, tidak semuanya kehidupan yang melimpah itu menjadi kebaikan, kebahagiaan, ada kalanya Allah menguji kita dengan beberapa ujian, seperti (ujian yang diterima) Nabi Yunus terdahulu ternyata karena disayang Allah SWT. Bagian dari usaha untuk mendapatkan ridha Allah,” kata Nafis.
Sebagaimana tertuang dalam firman Allah SWT:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar”,” (QS Luqman ayat 13).
Menurut Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir/Syaikh Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah, perbuatan zalim adalah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Perbuatan syirik adalah menyamakan Dzat Tuhan Pencipta yang Mahapemberi Kenikmatan dengan makhluk yang tidak mampu memberi kenikmatan, bahkan tidak bisa berbuat apa-apa.
Artinya, mempercayai kesialan yang diprediksi akan terjadi pada shio tertentu itu termasuk syirik. Lantaran yang memprediksi itu merupakan manusia, makhluk yang sangat jauh berbeda dari Dzat Tuhan Mahakuasa.