REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Restoran dengan konsep All You Can Eat (AYCE) belakangan ini memiliki banyak peminat. AYCE menjadi pilihan tepat bagi mereka yang ingin makan beraneka jenis daging dengan harga yang ramah kantong.
Di meja makan, pengunjung bisa menggunakan alat bakar (grill) dan kompor beserta panci (pot) dengan isian kuah yang menggugah selera (shabu). Meskipun pengalaman yang ditawarkan spesial, para Muslim perlu memperhatikan sejumlah hal sebelum makan di restoran AYCE.
Banyak restoran AYCE yang memiliki klaim “No Pork No Lard.” Klaim tersebut memiliki arti restoran tidak menyajikan daging mapun lemak babi. Umumnya, daging yang disajikan adalah seafood, sapi, ayam, maupun olahannya.
Makanan laut termasuk dalam daftar bahan tidak kritis. Artinya, sudah dapat dipastikan halal tanpa perlu melalui serangkaian proses pemeriksaan halal. Hal ini akan berbeda jika seafood telah mengalami proses pengolahan, seperti dibuat bakso, crab stick, fish cake, dan seterusnya.
“Bahan halal yang mengalami proses pengolahan pasti telah dicampurkan dengan bahan tambahan dan bahan penolong lainnya. Bahan inilah yang perlu ditelusuri kehalalannya. Namun, saat ini sudah banyak olahan seafood yang memiliki sertifikat halal MUI,” kata Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Muti Arintawati, dilansir situs MUI, Selasa (12/12/2023).
Sementara daging sapi dan ayam, titik kritisnya ada pada proses penyembelihan. Hewan harus dapat dipastikan disembelih sesuai syariat Islam. Selain itu, proses penyimpanan dan distribusi daging harus terpisah dari bahan yang diharamkan.
“Masakan Jepang banyak menggunakan daging. Ini yang kritis. Umumnya di Indonesia menggunakan daging ayam dan sapi. Tapi kalau di negara asalnya, ada peluang ketiga, yaitu daging babi. Kita harus tahu cara penyembelihan daging ayam dan sapi ini sesuai syariah Islam atau tidak,” ujarnya.
Selain daging, Muslim perlu memperhatikan bumbu yang disajikan dalam beragam jenis. Inilah titik kritis yang sering tidak disadari pengunjung.
Cita rasa masakan Jepang identik dengan penggunaan sake dan mirin. Keduanya termasuk dalam golongan khamr. Selain karena mengandung alkohol yang tinggi, tujuan diproduksinya sake dan mirin untuk minuman beralkohol. “Karena itu, dalam masakan meskipun penggunaanya hanya sedikit, satu tetes sekalipun, maka tetap saja tidak halal. Karena khamr itu haram dan najis,” ucapnya.
Penting bagi Muslim untuk bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang akan dikonsumsi atau digunakan. Halal dan haram menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu, bagi Anda yang ingin makan di restoran AYCE, perlu melihat apakah restoran tersebut sudah memiliki sertifikat halal.
LPPOM MUI memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengecek produk-produk halal melalui website www.halalmui.org atau aplikasi HalalMUI yang bisa diunduh di Playstore.