REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Islam tidak melarang umatnya untuk berutang. Namun dalam urusan utang piutang ini, tentu banyak syarat dan kaidah yang harus dipenuhi.
Sering kali kita menemukan urusan utang piutang malah membuat orang saling bermusuhan. Tidak jarang hutang piutang menjauhkan seorang sahabat bahkan keluarga, hingga ada istilah ‘utang adalah pemutus silaturahmi paling tajam’.
Bolehkah bermusuhan karena utang? K.H Ahmad Slamet Ibnu Syam, Pimpinan Pondok Pesantren Ibnu Syam mengatakan ada kewajiban bagi yang berutang untuk segera membayar ketika sudah mampu. Jangan sampai karena lari dari penagihan, menjadi bermusuh-musuhan.
“Maka yang memberi utang punya tugas mengingatkan dengan bak tidak boleh sampai berantem, memang miris ada yang ditagih galakan dia, maka ini harus hati-hati,” kata Ustaz Slamet saat dihubungi, belum lama ini.
Ustaz Slamet melanjutkan Rasululah SAW bersabda agar yang berutang tidak mengulur-ulur waktu, padahal sudah mampu membayar. Jika itu dilakukan, maka termasuk pada kezaliman. “Menunda-nunda membayar utang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman,” (HR Bukhari).
Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa ruh manusia terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: sombong, ghulul (khianat), dan utang, maka dia akan masuk surga”. (HR. Ibnu Majah no. 2412. Maka orang yang wafat dalam keadaan masih membawa utang dan belum juga dilunasi, akan dibayar dengan pahala kebaikannya karena tidak ada lagi dinar dan dirham di akhirat. “Orang yang berutang, amalnya tidak akan naik di hari kiamat ruhnya tidak diterima kecuali diselesaikan urusan dengan utangnya tersebut wallhualam bishawab,” kata Ustaz Slamet menambahkan.