Jumat 03 Nov 2023 07:33 WIB

Komentar Komunitas Homoseksual Disebut Tertutup dari Pelacakan Cacar Monyet

Tertutupnya kelompok homoseksual dari pelacakan cacar monyet karena tak teredukasi.

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Bilal Ramadhan
 Seorang pasien sakit cacar monyet (ilustrasi). Tertutupnya kelompok homoseksual dari pelacakan cacar monyet karena tak teredukasi.
Foto: AP Photo/Martin Mejia
Seorang pasien sakit cacar monyet (ilustrasi). Tertutupnya kelompok homoseksual dari pelacakan cacar monyet karena tak teredukasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas homoseksual lelaki suka lelaki (LSL) Jaringan Indonesia Positif (JIP) angkat bicara mengenai disebut tertutup dari pelacakan kasus cacar monyet (momkey pox). JIP mengaku sosialisasi cacar monyet dari pemerintah masih minim, akibatnya komunitas LSL kurang teredukasi.

"Kendala komunitas LSL yang belum terbuka masalah cacar monyet karena belum teredukasi," kata enumerator advokat for health lembaga Jaringan Indonesia Positif Miko saat dihubungi Republika, Kamis (2/11/2023).

Baca Juga

Dia menambahkan, ada juga sebagian komunitas LSL yang memahami masalah cacar monyet tetapi mereka masih takut mendapatkan stigma dan diskriminasi. Akhirnya mereka enggan terbuka meski sebenarnya banyak juga anggota komunitas LSL yang sudah punya pemikiran terbuka.

Dia menambahkan, sebenarnya aktivitas hubungan seksual di LSL sudah tidak tabu, apalagi di kota-kota besar. Namun, dia mengaku edukasi cacar monyet ke komunitas LSL belum banyak.

Akhirnya, belum semua komunitas LSL tahu tentang cacar monyet. Meski mungkin ada kabar informasi, dia melanjutkan, belum tentu ini benar atau akurat.

Ini berbeda kalau komunitas LSL mendapatkan informasi masalah cacar monyet dari otoritas langsung dan akhirnya mencari pedomannya. Sehingga, JIP meminta pemerintah harus terjun langsung dan memperluas lagi edukasinya. 

"Pemerintah juga harus menyasar ke komunitas LSL yang belum teredukasi ini. Jadi, komunitas LSL bisa mendapatkan informasi dan berusaha mencegah penularannya termasuk mendapatkan vaksin," ujarnya.

Artinya, komunitas LSL bisa mengetahui atau teredukasi mengetahui bagaimana cara penularannya hingga apa saja yang harus dilakukan. 

Jika pemerintah meningkatkan edukasi ke kelompok LSL, dia melanjutkan, maka komunitas LSL mendapatkan informasi akurat dan terbuka saat pelacakan. Akhirnya ini memudahkan pelacakan kasus cacar monyet.

Karena dari pedoman inilah, komunitas LSL bisa mengetahui penularan cacar monyet dari aktivitas seksual. Kemudian, komunitas LSL pada akhirnya berupaya untuk mencegah penularan, salah satunya mendapatkan vaksin cacar monyet.

"Misalnya saya yang mendapatkan pedoman masalah cacar monyet dan penularannya bagaimana. Kemudian saya sadar dan mencari informasi mendapatkan vaksin cacar monyet ni bagaimana," katanya.

Dia mencontohkan, antusiasme komunitas LSL yang teredukasi dan terbuka bisa dilihat saat ada vaksinasi cacar monyet puskesmas kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Dia mengaku melihat banyak sekali anggota komunitas LSL yang ingjn melakukan vaksinasi cacar monyet.

"Kalau kami LSL yang teredukasi malah rebutan vaksin cacar monyet karena mereka sudah difasilitasi. Kami menganggap lebih baik mencegah daripada mengobati karena sudah ada kesadaran," katanya.

Terkait cara pemerintah masuk melakukan edukasi dan menemukan LSL sehingga tepat sasaran, Miko merekomendasikan otoritas bisa menggandeng non goverment organization (NGO) yang berkecimpung di bidang LSL atau lembaga-lembaga yang memiliki kontak dengan komunitas LSL, misalnya Komisi Penanggulangan AIDS dan  dijembatani ke komunitas ini.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut proses tracing atau pelacakan kasus cacar monyet terkendala oleh penyebaran yang terjadi pada komunitas tertentu saja. Namun, Kemenkes tetap terus melakukan upaya edukasi kepada kelompok berisiko tinggi dan masyarakat umum untuk menekan penyebaran kasus penyakit itu.

“Kesulitan karena ini pada populasi tertentu. Upaya untuk edukasi masyarakat umum maupun kelompok yang berisiko tinggi untuk mencegah (terus dilakukan),” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada Republika.co.id, Kamis (2/11/2023).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement