REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini banyak kasus kesehatan mental yang dialami generasi Z. Ada anak yang tega merundung temannya. Sebaliknya, ada juga yang menjadi korban perundungan bahkan ada anak yang nekat mengakhiri hidupnya.
Sebenarnya, hal ini bisa dicegah jika mereka mau mendatangi ahlinya untuk curhat mengenai masalah hidupnya. Bagaimana cara mengajak anak mau konsultasi dengan psikolog?
Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengatakan saat ini gen Z mulai banyak yang berkonsultasi. Gen Z biasanya adalah mereka yang akrab dengan media sosial (medsos).
Pada masa ini, sosial media sudah banyak memberi edukasi mengenai kesehatan mental. Dengan seringnya melihat, membaca, dan mendengar edukasi mengenai kesehatan mental maka muncul kesadaran dari gen Z terkait pentingnya kesehatan mental.
"Mereka sudah mulai menyadari bahwa pergi ke psikolog atau ke psikiater adalah hal yang normal," ujar perempuan yang akrab disapa Lia kepada Republika.co.id, Jumat (5/10/2023).
Perempuan yang juga berprofesi sebagai penulis ini memberikan langkah apabila anak yang mengalami masalah mental tapi tak mau pergi ke psikolog. Pertama, berikan edukasi. Beri mereka (remaja dan orang tua) edukasi mengenai kesehatan mental. Dengan begitu, mereka memiliki kesadaran bahwa datang ke psikolog atau psikiater itu bukan aib, itu adalah hal yang normal.
Kedua, jadilah bagian support system yang baik. Jangan memberikan stigma negatif kepada orang yang mendatangi psikolog/psikiater.
Menurut Lia, saat ini kesadaran remaja sudah mulai tumbuh untuk datang ke psikolog atau psikiater. Sering kali justru si remaja itu sendiri yang meminta ditemani orang tuanya berkunjung ke psikolog atau psikiater.
Terkait kesadaran orang tua pada anak remaja, lanjutnya, sangat tergantung pada beberapa faktor. Misalnya lingkungan orang tua, usia orang tua, wawasan orang tua terkait kesehatan mental.
"Ada orang tua yang menyadari pentingnya ke psikolog dan mendukung anaknya sepenuhnya. Ada yang baru menyadari pentingnya hal ini setelah anaknya minta ke psikolog dan ada yang masih kurang mendukung," ujar Lia.