REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Apakah Anda sering membakar sampah di sekitar rumah? Hentikan segera karena hal ini berbahaya bagi manusia juga pemanasan global.
Dilansir laman Scientific American, Selasa (5/9/2023), ketika ilmuwan atmosfer Christine Wiedinmyer pertama kali pergi ke Ghana pada tahun 2011 untuk menyelidiki polusi udara yang dihasilkan oleh pembakaran berbagai bahan, dia melihat sumber potensial yang tidak terduga yaitu membakar tumpukan sampah.
Seperti sebagian besar penduduk negara-negara maju yang belum banyak bepergian ke negara-negara berkembang, pemandangan tumpukan sampah yang membara, mulai dari sisa makanan, plastik, hingga barang elektronik, merupakan kejutan bagi Wiedinmyer, yang bekerja di National Center for Atmospheric Research in Boulder, Colo.
Di AS, mereka memiliki pengelolaan limbah. Mereka memiliki orang-orang yang memungut sampah dan membuangnya. Sementara Ghana, Nepal, Meksiko dan negara-negara berkembang lainnya sering kali kekurangan infrastruktur yang diperlukan untuk menerapkan sistem tersebut. Jadi warga dan pemerintah sering kali membakar tumpukan sampah mereka di tempat terbuka, membuang sampah dari darat tetapi memindahkannya ke langit. Sekitar 40 persen sampah dunia mungkin ditangani dengan cara ini.
Wiedinmyer bertanya-tanya apakah pembakaran sampah ini bisa menjadi sumber polutan udara yang kurang dihargai, mulai dari gas rumah kaca seperti karbon dioksida hingga partikel kecil dan bahan kimia beracun yang dapat membahayakan paru-paru manusia. “Saya penasaran untuk melihat seberapa besar sumbernya,” katanya.
Wiedinmyer mulai menghasilkan perkiraan global pertama mengenai polusi akibat kebakaran. Hasilnya, yang dirinci pada bulan Juli di jurnal Environmental Science & Technology, menunjukkan bahwa pembakaran sampah tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini juga dapat memompa lebih banyak gas rumah kaca ke atmosfer daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Hasil penelitian
Wiedinmyer meneliti data dan inventaris yang ada dan berkonsultasi dengan salah satu dari sedikit orang yang telah menyelidiki fenomena tersebut, Bob Yokelson, seorang ahli kimia atmosfer di Universitas Montana di Missoula, yang telah melakukan perjalanan jauh ke daerah berkembang dan akrab dengan fenomena tersebut. “Jika Anda melakukan penelitian atau melakukan perjalanan di negara berkembang, Anda akan melihat sampah terbakar di banyak tempat,” katanya kepada Climate Central.
Bekerja di Indonesia pada tahun 1990-an, katanya, ada seorang lelaki tua yang datang berkeliling dan mengumpulkan sampah semua orang, lalu membakarnya di ujung jalan.
Yokelson, yang juga merupakan penulis makalah baru-baru ini, telah melakukan beberapa pengukuran di Meksiko mengenai jenis polutan apa yang dihasilkan oleh pembakaran sampah. The U.S. Environmental Protection Agency telah membuat katalog emisi dari pembakaran sampah di daerah pedesaan AS. Namun Wiedinmyer menemukan bahwa, dalam skala global, tidak ada cerita yang konsisten.
Untuk menemukan cerita itu memerlukan banyak penggalian dan beberapa tebakan. Bersama dengan data dari beberapa penelitian seperti yang dilakukan Yokelson, Wiedinmyer menggunakan pedoman untuk menghitung emisi pembakaran sampah yang dihasilkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change untuk menentukan berapa banyak sampah yang dihasilkan dan dibakar, apa sebenarnya yang ada di dalam sampah tersebut, dan jenis bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya.
Dalam studi tersebut, dia mengungkap perkiraan pertama yang komprehensif dan konsisten mengenai emisi global gas rumah kaca, partikel, gas reaktif, dan senyawa beracun dari pembakaran sampah terbuka.
Isi emisi
Dia juga menemukan sekitar 1,1 miliar ton sampah, atau lebih dari 40 persen sampah dunia, dibakar di tempat terbuka, sehingga menyumbang lebih banyak emisi dibandingkan yang ditunjukkan dalam inventarisasi regional dan global.
Diperkirakan 40 hingga 50 persen sampah terdiri dari karbon, yang berarti karbon dioksida merupakan gas utama yang dihasilkan dari pembakaran sampah. Emisi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan sumber lain dalam skala global, seperti mobil dan pembangkit listrik, yang hanya berjumlah 5 persen dari total emisi karbon dioksida global. Namun karbon dioksida yang berasal dari pembakaran sampah dapat menjadi sumber yang signifikan di beberapa negara dan wilayah.
Kisah yang lebih menarik dan memprihatinkan bagi Wiedinmyer adalah polutan lainnya, yang menyumbang persentase emisi global yang jauh lebih besar. Misalnya, sebanyak 29 persen emisi antropogenik global berupa partikel kecil (partikel padat kecil dan tetesan cairan dari debu hingga logam yang dapat menembus jauh ke dalam paru-paru) berasal dari kebakaran sampah.
Sekitar 10 persen emisi merkuri berasal dari pembakaran terbuka, serta 40 persen hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH). Polusi semacam itu dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan saraf, serta dikaitkan dengan serangan jantung dan beberapa jenis kanker. “Saya sangat terkejut dengan besarnya polutan yang berasal dari pembakaran sampah," kata Wiedinmyer.