Sabtu 19 Aug 2023 19:28 WIB

Penderita Diabetes yang Bercerai Lebih Berisiko Amputasi Kaki, Apa Hubungannya?

Pasien diabetes berstatus cerai berisiko 67 persen lebih tinggi terhadap amputasi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
pasien diabetes mengalami amputasi kaki (ilustrasi). Berdasarkan penelitian, Penderita diabetes yang bercerai tampak lebih berisiko mengalami amputasi kaki.
Foto: Dok www.freepik.com
pasien diabetes mengalami amputasi kaki (ilustrasi). Berdasarkan penelitian, Penderita diabetes yang bercerai tampak lebih berisiko mengalami amputasi kaki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski tampak tidak berkaitan, kehidupan pernikahan ternyata bisa memengaruhi kondisi kesehatan penderita diabetes. Penderita diabetes yang bercerai tampak lebih berisiko mengalami amputasi kaki dibandingkan penderita diabetes yang masih menjalani kehidupan pernikahan.

Hal ini diketahui melalui sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri atas dokter-dokter dari Swedia. Melalui studi ini, tim peneliti tersebut menganalisis berbagai aspek yang mungkin menjadi faktor risiko dari amputasi tungkai bawah atau kaki pada penderita diabetes. Beberapa aspek tersebut adalah demografi, sosioekonomi, gaya hidup, dan kondisi medis.

Baca Juga

Studi ini melibatkan 66.569 orang berusia 18 tahun ke atas yang terdiagnosis dengan diabetes dalam kurun waktu 2007-2016 sebagai partisipan. Sekitar 98 persen partisipan yang terlibat terdiagnosis dengan diabetes tipe 2.

Seluruh partisipan dipantau sejak mereka pertama kali terdiagnosis diabetes hingga 2017. Dalam kurun waktu ini, sebanyak 133 partisipan diketahui menjalani prosedur amputasi.

Dari beragam data yang telah dianalisis, tim peneliti menemukan bahwa pengidap diabetes dengan status bercerai memiliki risiko 67 persen lebih tinggi terhadap amputasi. Selain itu, pengidap diabetes pria berisiko 57 persen lebih tinggi terhadap amputasi dibandingkan pengidap diabetes wanita.

Menurut tim peneliti, ada beberapa alasan yang mungkin memicu peningkatan risiko amputasi pada pengidap diabetes dengan status bercerai. Salah satunya, perceraian dapat menyebabkan perubahan pada cara seseorang merawat diri dan perubahan pada pola makan.

"Dan kemungkinan mereka tinggal seorang diri," ungkap tim peneliti, seperti dilansir Independent.

Perubahan-perubahan ini bisa membuat seseorang menjadi lebih terisolasi secara sosial, terutama pada pria. Mereka pun cenderung menjadi lebih jarang melakukan aktivitas fisik.

"Variabel gaya hidup memiliki hubungan yang kuat dengan amputasi tungkai bawah (kaki)," kata tim peneliti.

Akan tetapi, tim peneliti mengungkapkan bahwa studi yang mereka lakukan merupakan studi observasi. Studi ini tak dapat mengonfirmasi hubungan sebab-akibat di antara status perceraian dan risiko amputasi pada pengidap diabetes.

Melalui studi ini, tim peneliti juga mendapatkan sebuah temuan yang unik. Studi ini menemukan bahwa pengidap diabetes yang obesitas justru memiliki risiko 46 persen lebih rendah terhadap amputasi dibandingkan dengan pengidap diabetes berbobot normal.

"(Belum diketahui mengapa) orang-orang dengan berat badan lebih besar memiliki kemampuan penyembuhan luka yang lebih baik dibandingkan orang-orang dengan massa tubuh yang lebih ringan," ujar tim peneliti.

Secara umum, diabetes merupakan kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan perburukan aliran darah. Kondisi ini dapat membuat luka yang dialami oleh pengidap diabetes menjadi sulit sembuh, termasuk luka di area kaki.

Selain sulit sembuh, pengidap diabetes terkadang tak menyadari bahwa kaki mereka mengalami luka. Luka yang terabaikan ini bisa terus memburuk hingga harus diamputasi.

Oleh karena itu, pengidap diabetes sangat dianjurkan untuk lebih memperhatikan kondisi kaki mereka. Berikut ini adalah beberapa hal yang dianjurkan oleh Mayo Clinic untuk mencegah risiko amputasi pada pengidap diabetes:

1. Periksa kaki setiap hari. Luangkan waktu setidaknya satu kali sehari untuk memeriksa keberadaan luka, lepuh, rasa nyeri, bengkak, atau kemerahan pada kaki. Bila sulit memantau seluruh area kaki, gunakan cermin untuk mempermudah proses pemeriksaan.

2. Cuci kaki setiap hari. Bila memungkinkan, gunakan air suam kuku untuk mencuci kaki, setidaknya satu kali sehari. Namun, jangan menggunakan air yang terlalu panas. Setelah itu, keringkan kaki secara lembut, termasuk area di sela-sela jari. Bila perlu, gunakan bedak talcum di antara sela jari agar area tersebut tetap kering dan tidak terlalu lembap. Aplikasikan pula pelembap pada kaki untuk mencegah terjadinya kulit pecah yang menjadi pintu masuk kuman.

3. Jangan mengangkat kulit yang kapalan atau koreng secara paksa, terlebih dengan bantuan alat yang tajam

4. Potong kuku dengan hati-hati

5. Jangan berjalan tanpa alas kaki saat di luar rumah, termasuk saat di area teras rumah

6. Gunakan kaus kaki yang bersih dan kering sebelum memakai alas kaki. Hindari kaus kaki dengan karet yang terlalu ketat karena bisa mengganggu aliran darah.

7. Gunakan alas kaki yang sesuai dengan ukuran kaki

8. Hindari kebiasaan merokok

9. Lakukan pemeriksaan kaki secara berkala ke podiatrist atau dokter

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement