REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kesehatan Dunia atau WHO mencatat prevalensi skoliosis di Indonesia mencapai tiga sampai lima persen dari jumlah populasi. Kelainan pada tulang belakang tersebut ditemukan pada anak usia remaja usia 10 sampai 15 tahun.
Dr Regina Varani dari Spine Clinic Family Holistic menjelaskan, skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang sering terjadi pada masa remaja. Kelainan ini penting untuk dideteksi secara dini, yaitu pada usia 10-13 tahun.
“Skoliosis yang terdeteksi pada awal masa pertumbuhan dan saat kurva masih mild to moderate memiliki kemungkinan terkoreksi jauh lebih besar dan lebih mudah ditangani,” ujar dokter yang juga instruktur SBP dan akupunktur tersebut dalam keterangannya diterima di Jakarta, Selasa (8/8/20230.
Skoliosis yang berat dapat mengganggu kesehatan, menimbulkan keluhan yang dapat mengganggu produktivitas, menurunkan kepercayaan diri dan citra diri yang positif. “Terapi konservatif yang tepat dapat membantu memperbaiki kondisi skoliosis. Namun terapi konservatif tersebut harus bersifat spesifik sesuai kurva skoliosis yang dialami, yaitu brace gbw dan latihan schroth,” kata Regina.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah pasien skoliosis membutuhkan dukungan secara moral dari teman dan keluarganya. Sebab, terapi yang dilakukan dapat berlangsung dalam jangka Panjang. Regina menekankan, pasien skoliosis tetap dapat hidup normal dan aktif selayaknya orang lain yang kondisi tubuhnya relatif normal.