Selasa 08 Aug 2023 16:59 WIB

Jangan Berpatokan pada Indeks Massa Tubuh Saja, Ini Cara yang Tepat

Masyarakat diimbau tidak menganggap IMT sebagai satu-satunya indikator kesehatan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Jika hendak mendiagnosis obesitas, indeks massa tubuh tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan/ilustrasi
Foto: gtpnutrition.blogspot.com
Jika hendak mendiagnosis obesitas, indeks massa tubuh tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah banyak kalkulator daring yang bisa digunakan untuk mengukur indeks massa tubuh (IMT). Ukuran berdasarkan berat dan tinggi badan itu biasanya digunakan untuk menentukan apakah seseorang berada dalam kisaran berat badan yang sehat atau tidak.

Untuk ukuran berat badan dan tinggi badan dalam kilogram dan meter, rumus menghitung IMT adalah (berat badan : (tinggi badan x tinggi badan)). Lantas, berdasarkan angka yang didapat, seseorang dikategorikan sangat kurus, kurus, normal, gemuk, atau obesitas. 

Baca Juga

Dikutip dari laman Yale Medicine, Selasa (8/8/2023), banyak orang menggunakan IMT untuk memantau apakah berat badan mereka masih berada dalam kisaran yang sehat. Dokter bernama Wajahat Mehal menyebut tidak ada masalah dengan itu, namun dengan sejumlah catatan. "Itu tidak masalah, tapi hanya sampai taraf tertentu. Orang-orang sebaiknya tidak memperlakukannya secara ekstrem. Terkadang, indeks massa tubuh disebut sebagai angka yang mengungkapkan semuanya, namun tidak demikian," kata Mehal.

Direktur Yale Metabolic Health & Weight Loss Program itu menyarankan masyarakat tidak menganggap IMT sebagai satu-satunya indikator kesehatan. Mehal menjelaskan, IMT hanyalah satu titik data, bersama dengan banyak lainnya, yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan kesehatan seseorang. 

Misalnya, jika hendak mendiagnosis obesitas, IMT tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan. Obesitas maupun kondisi lainnya perlu penilaian kesehatan yang komprehensif, mencakup pengukuran tekanan darah, kolesterol, dan kadar glukosa dalam tubuh.

American Medical Association (AMA) menyarankan agar IMT juga digunakan bersamaan dengan ukuran risiko lainnya. Misalnya, pemeriksaan lemak visceral (lemak yang berada jauh di dalam rongga perut), indeks adipositas tubuh (berdasarkan pengukuran pinggul dan tinggi badan), komposisi tubuh (persentase lemak, tulang, dan otot), juga faktor genetik/metabolik.

IMT yang ditemukan sekitar 200 tahun yang lalu oleh seorang ahli matematika di Belgia tetap dianggap penting dan perlu dipakai, namun tak boleh jadi patokan tunggal. Terlebih, dahulu IMT didasarkan pada kondisi pria kulit putih Eropa dan tidak memperhitungkan bahwa lemak tubuh seseorang bisa bervariasi, tergantung pada jenis kelamin, ras, serta etnis.  "Siapa pun yang khawatir tentang berat badan atau masalah kesehatan lainnya harus berkonsultasi dengan profesional medis untuk penilaian kesehatan yang komprehensif," tutur Mehal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement