REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren menikah di kantor urusan agama (KUA) sudah tidak begitu diminati begitu pandemi Covid-19 berlalu. Masyarakat pun kembali banyak yang menggelar resepsi pernikahan dengan beragam konsep dekorasi. Di sisi lain, bagaimana Islam memandang pesta pernikahan dari hasil utang?
Ketua Lembaga Halal PP Muhammadiyah, Nadra Hosen, mengatakan bahwa Islam tidak melarang utang selama utang itu dengan perorangan dan tanpa bunga. "Kalau tidak mampu bayar mahar bisa dengan maharnya (dibiayai dari) utang," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (2/7/2023).
Nadra juga menjelaskan syarat sah pernikahan dalam Islam yang sederhana, yakni ada saksi. Gunanya saksi antara lain untuk menghindari fitnah dan agar khalayak banyak tahu.
Rukun nikah juga sangat mudah, yakni ada mempelai perempuan dan laki-laki, ada wali bagi mempelai perempuan, ada saksi minimal dua orang, mengucap ijab dari wali mempelai perempuan, dan kabul dari mempelai laki-laki.
“Walimah nikah (resepsi menurut Islam) tidak wajib, yang penting sudah tersebar bahwa si fulan dan fulana sudah menikah," ungkap Nadra.
Utang kepada perseorangan dan tanpa bunga untuk tambahan biaya menikah dibolehkan asal setelah ada rezeki utang tersebut harus langsung dibayar. Nadra menyebut berutang dengan riba sebaiknya tidak dilakukan karena hukumnya haram atau berdosa.
"Apakah uang hasil utang dengan riba bila digunakan untuk menikah, nikahnya tetap sah. Prinsip islam, membuka lebar pintu pernikahan dan menutup rapat pintu perzinahan," ucap Nadra.