Selasa 20 Jun 2023 16:49 WIB

Virus CCHF Jadi Ancaman Baru yang Mematikan di Inggris Akibat Perubahan Iklim

Virus CCHF menjadi sumber kekhawatiran para ilmuwan di Inggris.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Virus mematikan (ilustrasi). Peningkatan suhu udara di Inggris memperbesar risiko masuknya virus
Foto: www.pixabay.com
Virus mematikan (ilustrasi). Peningkatan suhu udara di Inggris memperbesar risiko masuknya virus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca di Inggris kini menjadi lebih hangat akibat perubahan iklim. Peningkatan suhu udara ini turut memperbesar risiko masuknya virus "baru" yang mematikan ke negara tersebut.

Virus yang menjadi sumber kekhawatiran para ilmuwan di Inggris itu adalah Nairovirus dan keluarga Bunyaviridae. Virus ini dapat menyebabkan terjadinya demam berdarah Krimea–Kongo atau CCHF yang cukup mematikan. Virus yang ditularkan melalui kutu ini endemik di Afrika, Balkan, Timur Tengah, dan beberapa negara Asia.

Baca Juga

Menurut para ilmuwan, cuaca yang lebih hangat membuat peluang virus CCHF untuk masuk ke Inggris menjadi sangat besar. Bila virus CCHF masuk ke Inggris, para ilmuwan khawatir penyakit CCHF akan sulit dikenali oleh para dokter karena Inggris bukan negara endemik CCHF.

CCHF bukan satu-satunya risiko masalah kesehatan yang patut diwaspadai di Inggris bila perubahan iklim terus terjadi. Menurut para ilmuwan, cuaca yang semakin hangat dapat membuka jalan bagi beberapa penyakit lain untuk masuk ke Inggris, seperti demam Rift Valley, Zika, dan demam dengue ataubreakbone fever.

Perubahan iklim dan penyakit

Direktur Pandemic Sciences Institute di Oxford University, Prof Sir Peter Horby, turut menyoroti besarnya peran perubahan iklim terhadap penyebaran penyakit. Prof Horby mengatakan perubahan iklim yang terjadi saat ini telah mengacaukan peta penyebaran penyakit di berbagai negara.

Sebagai contoh, demam dengue dahulu hanya ditemukan di negara-negara Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Akan tetapi saat ini, demam dengue telah menyebar ke arah Utara.

"Anda sekarang melihat transmisi (Dengue) di Mediterania," kata Prof Horby, seperti dilansir Indian Express pada Senin (19/6/2023).

Hal serupa juga dikatakan oleh Public Health Leader UN Disaster Assessment and Coordination (UNDAC), dr Sabine Kapasi. Pada kasus CCHF contohnya, virus CCHF disebarkan oleh kutu bernama Hyalomma marginatum. Distribusi kutu Hyalomma marginatum yang masif dan terus menerus bisa meningkatkan risiko transmisi virus CCHF dari hewan ke manusia.

"Perubahan iklim dan pergerakan hewan ternak serta satwa liar bisa berkontribusi pada meluasnya cakupan geografi penyebaran CCHF," kata dr Kapasi.

Perluasan cakupan penyebaran CCHF sebenarnya sudah mulai terjadi. Belum lama ini, CCHF tampak mulai menyebar dari Balkan menuju Eropa Tengah dan Barat.

Dr Kapasi mengungkapkan bahwa CCHF memiliki tingkat kematian yang tinggi, yaitu sekitar 10-40 persen menurut World Health Organization. Di sisi lain, saat ini belum ada terapi pengobatan yang spesifik untuk CCHF.

"Tingginya tingkat kematian dan kurangnya terapi yang efektif atau vaksin (untuk CCHF) menambah kekhawatiran," ujar dr Kapasi.

Mengenal CCHF

Penyakit CCHF bisa memunculkan gejala seperti demam, nyeri otot, pening, sakit dan kaku pada leher, nyeri punggung, sakit kepala, sakit mata, dan sensitif terhadap cahaya. Pada tahap awal, pasien juga dapat mengeluhkan gejala mual, muntah, diare, nyeri perut, dan sakit tenggorokan, lalu diikuti dengan perubahan mood dan kebingungan.

Setelah beberapa hari, pasien mulai merasa mengantuk, depresi, dan juga lemas. Pasien pun bisa menunjukkan tanda klinis seperti detak jantung yang cepat, pembengkakan kelenjar getah bening, dan kemunculan ruam di kulit.

Pasien CCHF sering kali akan terkena hepatitis. Pada kasus yang berat, pasien bisa mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat, gagal hati yang tiba-tiba, atau gagal paru yang tiba-tiba. Berbagai komplikasi ini biasanya terjadi setelah hari kelima pasien CCHF jatuh sakit.

Mengingat tak ada terapi pengobatan spesifik untuk CCHF, pasien biasanya akan diberikan pengobatan untuk mengatasi gejala yang mereka alami. Obat antivirus ribavirin juga dapat diberikan kepada pasien karena tampak memberikan manfaat dalam pengobatan infeksi CCHF.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement