Rabu 07 Jun 2023 21:57 WIB

Tes Darah Terbaru Dapat Tentukan Orang yang Berisiko Alzheimer

Diagnosis dini yang akurat terhadap risiko alzheimer sangat dibutuhkan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
 Pengambilan sampel darah. Tes darah terbaru dapat mengidentifikasi orang-orang yang berisiko mengembangkan Alzheimer.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengambilan sampel darah. Tes darah terbaru dapat mengidentifikasi orang-orang yang berisiko mengembangkan Alzheimer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine menunjukkan ada tes darah yang dapat membantu mengidentifikasi individu yang berisiko terkena alzheimer sebelum mereka menunjukkan tanda-tanda penyakit tersebut. Menurut peneliti dari University of Pittsburgh School of Medicine di Amerika Serikat, tes darah tersebut melihat aktivitas sel otak berbentuk bintang dalam darah yang disebut astrosit.

Hanya pasien yang otaknya menunjukkan kombinasi astrosit "reaktif secara tidak normal" dan akumulasi amiloid yang tinggi (salah satu protein yang terkait dengan Alzheimer) yang mengembangkan gejala kognitif penyakit, sesuai temuan penelitian.

Baca Juga

"Ini menjadikan astrosit sebagai pengatur utama perkembangan penyakit, menantang anggapan bahwa amiloid cukup untuk memicu penyakit alzheimer," kata penulis senior dan seorang profesor psikiatri dan neurologi di University of Pittsburgh School of Medicine, Tharick Pascoal, dilansir Fox News Digital, Rabu (7/6/2023).

Astrosit adalah sel khusus di otak yang memasok sel saraf dengan nutrisi dan melayani fungsi perlindungan lainnya. Alzheimer adalah kondisi degeneratif yang memengaruhi otak, mengakibatkan hilangnya ingatan secara progresif dan timbulnya demensia.

Selama beberapa dekade, ilmuwan otak percaya bahwa satu tanda alzheimer adalah akumulasi plak amiloid dan konsentrasi serat protein yang disebut "tau tangles". Namun, para peneliti dibuat bingung oleh sebagian besar individu yang otaknya tampak penuh dengan agregat amiloid beracun, tapi tidak pernah berkembang menjadi demensia terkait alzheimer. Temuan baru dapat membantu memecahkan misteri ini.

"Studi kami berpendapat bahwa pengujian keberadaan amiloid otak bersama dengan biomarker darah dari reaktivitas astrosit adalah skrining yang optimal untuk mengidentifikasi pasien yang paling berisiko untuk berkembang menjadi penyakit Alzheimer," ujar Pascoal.

Selama penelitian, para peneliti menguji darah lebih dari 1.000 orang lanjut usia yang tidak memiliki gangguan kognitif, dengan dan tanpa tanda-tanda amiloid di otak. Studi tersebut menunjukkan bahwa hanya mereka yang positif untuk akumulasi protein amiloid dan peningkatan reaktivitas astrosit yang menunjukkan bukti patologi atau yang berkembang secara progresif, yang menurut para ahli mungkin memengaruhi seseorang untuk mengembangkan gejala klinis penyakit alzheimer.

"Ini bisa menjadi pengubah permainan di lapangan karena biomarker glial pada umumnya tidak dipertimbangkan dalam model penyakit utama mana pun," kata penulis utama studi dan rekan postdoctoral di University of Pittsburgh, Bruna Bellaver.

Hampir dua tahun lalu, Pascoal dan tim penelitinya menemukan bahwa peradangan jaringan otak memicu penyebaran protein yang salah lipatan secara patologis di otak. Ini merupakan penyebab langsung gangguan kognitif pada pasien dengan penyakit Alzheimer.

Kepala neurologi di Rumah Sakit Zucker Hillside di Manhasset, New York, Marc L Gordon mengatakan peran peradangan pada penyakit Alzheimer telah menjadi fokus dari banyak uji klinis yang sedang berlangsung. Gordon bukan bagian dari penelitian tersebut, tetapi telah melakukan penelitian tentang penyakit Alzheimer.

Gordon mengatakan bukan hanya amiloid dan tau, tapi peradangan saraf juga berpotensi memainkan peran penting dalam penurunan kognitif yang terkait dengan penyakit Alzheimer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement